Anies Tanggapi Sindiran Prabowo-SwaraWarta.co.id (Sumber: Pinterest) |
SwaraWarta.co.id – Prabowo Subianto, calon presiden dengan nomor urut 2, baru-baru ini mengulang peribahasa ‘air susu dibalas air tuba‘ saat melakukan kampanye di Bangka Belitung pada 12 Januari 2024.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Peribahasa ini bukanlah yang pertama kalinya diucapkan oleh Prabowo; sebelumnya, ia telah menggunakan peribahasa serupa di Jambi.
Kepopuleran peribahasa ini dalam retorika Prabowo menciptakan sedikit bola panas, terutama setelah lawannya, calon presiden nomor 1, Anies Baswedan, memberikan tanggapan.
Pada acara Konsolidasi Indonesia Maju di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada 11 Januari, Prabowo membagikan peribahasa tersebut, menekankan ketidakmampuan kita mengukur kedalaman hati seseorang, sebanding dengan ketidakmampuan mengukur kedalaman laut.
Dalam konteks ini, Prabowo juga merujuk pada peribahasa lain yang menyarankan agar hati-hati dalam memberi kebaikan kepada manusia, karena bisa dibalas dengan kedengkian.
Pernyataan tersebut menciptakan ketegangan dalam suasana politik, tetapi Prabowo terlihat tidak terlalu terpengaruh dan menganggap enteng kemungkinan kritik atau ejekan yang mungkin muncul.
Dalam sikapnya yang santai, Prabowo menyatakan bahwa jika ada fitnah atau ejekan, hal itu bisa diabaikan atau “dijogetkan saja.”
Anies Baswedan, calon presiden nomor 1, memberikan tanggapan atas penggunaan peribahasa oleh Prabowo.
Anies menyatakan bahwa seharusnya peribahasa semacam itu disampaikan selama debat, menyoroti pentingnya berbicara dan berdebat dalam forum yang sesuai.
Ia menekankan bahwa jika debat berjalan dengan baik, semua pihak akan merasa tenang setelahnya.
Anies juga mempertanyakan mengapa segala sesuatu yang diungkapkan setelah acara tidak diutarakan selama debat.
Dalam pandangan Anies, debat adalah panggung yang tepat untuk membahas perbedaan pendapat dan mengungkapkan pandangan masing-masing.
Ia mengajak untuk menyampaikan keberatan secara langsung saat debat berlangsung, melihatnya sebagai elemen krusial dalam demokrasi yang sesungguhnya.
Anies menegaskan bahwa jika ada keberatan atau ketidaksetujuan, hal itu seharusnya diungkapkan pada saat itu juga.
Menurutnya, ini adalah bagian integral dari proses demokrasi yang sejati, di mana segala perbedaan dapat diutarakan dan dibahas di hadapan publik.
Komentar Anies menyoroti kebutuhan akan proses politik yang transparan dan terbuka.
Ia berpendapat bahwa kesuksesan sebuah debat menciptakan suasana yang tenang, sementara pertanyaannya tentang mengapa beberapa isu muncul setelah acara, yang bisa saja dianggap sebagai kritik terhadap pihak lawan setelah ‘pertunjukan’ selesai, memberikan sentakan pada esensi demokrasi yang sejati.
Dalam konteks ini, Anies mengajak untuk menilai kematangan demokrasi dari bagaimana perbedaan pendapat dan keberatan ditangani dalam diskusi terbuka.
Ia menekankan bahwa menyuarakan pandangan dan keberatan pada saat yang tepat adalah inti dari sebuah proses demokratis yang matang.
Secara keseluruhan, perdebatan tentang peribahasa Prabowo menciptakan dinamika menarik dalam arena politik Indonesia, memunculkan pertanyaan tentang etika kampanye dan ruang dialog terbuka dalam proses demokrasi.
Sementara Prabowo tampak santai menghadapi potensi kritik, Anies menegaskan pentingnya wadah yang tepat, seperti debat, untuk membahas perbedaan pendapat dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi yang sesungguhnya.***