Mantan Direktur RS Arun Divonis 6 Tahun Penjara Kasus Korupsi-SwaraWarta.co.id (Sumber: Antara) |
SwaraWarta.co.id – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Banda Aceh memutuskan untuk menjatuhkan hukuman enam tahun penjara kepada mantan Direktur Rumah Sakit Arun, Kota Lhokseumawe, Hariadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Keputusan ini diumumkan dalam persidangan di Banda Aceh oleh majelis hakim yang dipimpin oleh R Hendral, dengan anggota lainnya Ani Hartati dan R Deddy pada hari Senin.
Sidang dihadiri oleh terdakwa Hariadi yang didampingi penasihat hukumnya, sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zilzaliana turut hadir.
Dalam pembacaan vonisnya, majelis hakim menyatakan Hariadi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan RS Arun.
Selain pidana penjara, terdakwa juga dihukum membayar denda Rp300 juta, dengan alternatif enam bulan penjara jika denda tidak terbayar.
Majelis hakim menyebutkan terdakwa Hariadi telah terbukti bersalah melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jonto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP seperti dakwaan subsidair jaksa penuntut umum.
Meskipun terdapat tuntutan kerugian negara sebesar Rp44,9 miliar, majelis hakim tidak sependapat dengan JPU.
Mereka menetapkan bahwa mantan Wali Kota Lhokseumawe, Suaidi Yahya, yang juga terdakwa dalam perkara yang sama, harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Uang pengganti kerugian negara sudah dibebankan kepada Suaidi Yahya, sehingga Hariadi tidak diwajibkan membayarnya.
Fakta di persidangan mengungkap bahwa terdakwa bersama Wali Kota Lhokseumawe mengalihkan pengelolaan RS Arun ke swasta, padahal rumah sakit tersebut merupakan aset Pemerintah Kota Lhokseumawe.
Majelis hakim mencatat bahwa seharusnya pengelolaan rumah sakit sebagai aset pemerintah daerah dilakukan melalui pembentukan unit pelaksana teknis daerah atau UPTD.
Namun, terdakwa bersama Wali Kota malah membentuk perusahaan lain. RS Arun sendiri merupakan hibah dari PT Arun, sebuah perusahaan migas.
Vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim terbukti lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan JPU.
Pada persidangan sebelumnya, JPU menuntut Hariadi dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp800 juta, dengan alternatif delapan bulan penjara.
Selain itu, JPU juga menuntut Hariadi untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp44,9 miliar.
Jika tidak membayarnya, terdakwa diancam pidana penjara selama lima tahun.
Setelah pengumuman vonis, Hariadi bersama penasihat hukumnya dan JPU menyatakan akan mempertimbangkan putusan tersebut.
Majelis hakim memberikan waktu tujuh hari bagi para pihak untuk memutuskan apakah mereka menerima keputusan tersebut atau akan mengajukan banding.
Dengan demikian, vonis tersebut menciptakan ketegangan dalam persidangan korupsi yang melibatkan mantan Direktur Rumah Sakit Arun, memberikan gambaran mengenai kompleksitas dan dinamika hukum dalam penanganan kasus korupsi di Indonesia.***