Tradisi ngaben yang kerap dilakukan masyarakat Bali ( Dok. Istimewa) |
SwaraWarta.co.id – Membakar jenazah juga merupakan suatu rangkaian tradisi Ngaben untuk mengembalikan segala unsur Panca Maha Bhuta (5 unsur pembangun badan kasar manusia).
Tradisi Ngaben dilakukan dengan mengembalikan kepada asalnya masing-masing agar tidak menghalangi perjalan Atma ke Sunia Loka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bagi pihak keluarga, tradisi Ngaben ini merupakan simbol, bahwa pihak keluarga telah ikhlas, dan merelakan kepergian yang bersangkutan.
Jika Ngaben ditunda terlalu lama, rohnya akan gentayangan dan menjadi bhuta cuwil.
Demikian pula bila yang orang meninggal dunia dikubur di tanah tanpa upacara yang patut.
Hal itu disebabkan, karena roh-roh tersebut belum melepaskan keterikatannya dengan alam manusia. Maka, perlu diadakan upacara tradisi Ngaben Bhuta Cuwil.
Tradisi Ngaben termasuk upacara mahal. Mereka yang memiliki cukup dana harus segera melaksanakannya.
Jika yang meninggal dunia seorang pendeta, maka Ngaben harus segera dilakukan, dan tidak boleh menyentuh tanah.
Proses upacara Ngaben berlangsung cukup panjang. Dimulai dengan Ngulapin, yaitu pihak keluarga melakukan ritual permohonan izin dan restu kepada Dewi Surga yang merupakan sakti dari Dewa Siwa.
Ngulapin dilakukan di Pura Dalem. Setelah itu, dilakukan upacara Meseh Lawang yang bertujuan untuk memulihkan cacat atau kerusakan jenazah yang dilakukan secara simbolis.
Upacara Meseh Lawang ini dilakukan di catus pata atau di bibir kuburan.
Berikutnya adalah upacara Mesiram atau Mabersih, yaitu memandikan jenazah yang terkadang hanya berupa tulang belulang, dilakukan di rumah duka atau kuburan. Tahap pertama, adalah upacara Ngaskara, yaitu upacara penyucian jiwa tahap awal