SwaraWarta.co.id – Generasi Z (lahir antara 1997–2012) tumbuh di era digital penuh perubahan cepat. Meski melek teknologi, mereka rentan mengalami tekanan mental.
Teknologi dan globalisasi membawa kemudahan, tetapi juga tantangan unik bagi Gen Z. Untuk mengurangi stres, penting bagi mereka untuk membatasi penggunaan media sosial, mencari dukungan profesional, dan berdiskusi terbuka tentang kesehatan mental.
Dengan memahami akar permasalahan, Gen Z bisa lebih siap menghadapi tekanan dan membangun ketahanan mental yang kuat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berikut lima faktor utama penyebab stres pada Gen Z:
- Tekanan Media Sosial dan FOMO
Media sosial menjadi pisau bermata dua bagi Gen Z. Di satu sisi, platform seperti Instagram dan TikTok menghubungkan mereka dengan dunia, tetapi di sisi lain, memicu perbandingan sosial dan Fear of Missing Out (FOMO). Paparan konten “kesuksesan instan” atau kehidupan sempurna orang lain membuat banyak Gen Z merasa tidak cukup baik. Cyberbullying dan tuntutan untuk selalu update juga memperparah kecemasan ini.
- Tuntutan Akademis dan Karir yang Tinggi
Persaingan di dunia pendidikan dan pekerjaan semakin ketat. Gen Z seringkali merasa harus meraih nilai sempurna, kuliah di universitas ternama, atau langsung mendapatkan pekerjaan bergaji tinggi setelah lulus. Tekanan dari orang tua, ketidakpastian lapangan kerja, serta krisis ekonomi pasca-pandemi turut menambah beban psikologis.
- Ketidakpastian Ekonomi
Inflasi, biaya hidup melambung, dan sulitnya memiliki hunian sendiri adalah sumber stres utama. Banyak Gen Z khawatir tidak mampu mencapai kemandirian finansial, terutama dengan tingginya angka pengangguran dan upah yang tidak sebanding dengan kebutuhan. Ancaman resesi global juga membuat masa depan terasa suram.
- Perubahan Iklim dan Isu Global
Gen Z sangat peduli dengan lingkungan, namun kesadaran ini justru memicu eco-anxiety—kecemasan akan kerusakan bumi dan dampak perubahan iklim. Isu seperti polusi, kepunahan spesies, dan bencana alam membuat mereka merasa tidak punya kendali atas masa depan planet. Ditambah lagi, ketegangan politik dan kesenjangan sosial turut membebani mental.
- Dinamika Hubungan Sosial dan Identitas
Mencari jati diri di era informasi terbuka bukan hal mudah. Gen Z kerap kebingungan mengekspresikan identitas gender, orientasi seksual, atau nilai hidup di tengah masyarakat yang masih kaku. Selain itu, pertemanan di dunia maya yang kurang autentik dan kesepian akibat kurangnya interaksi tatap muka memperdalam perasaan terisolasi.
Dengan mengakui faktor-faktor ini, masyarakat dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih suportif bagi generasi muda untuk tumbuh secara sehat, baik fisik maupun mental.