SwaraWarta.co.id – Dari berita mancanegara, gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza resmi berlaku pada Minggu pagi, 19 Januari 2025, waktu setempat.
Kesepakatan ini tercapai setelah Pemerintah Israel menyetujui perjanjian tersebut pada Sabtu sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed al-Ansari, mengonfirmasi bahwa gencatan senjata akan dimulai pada pukul 08.30 waktu setempat.
Dalam unggahannya di platform X, ia mengimbau warga Gaza untuk tetap waspada dan mengikuti arahan dari sumber resmi.
Pernyataan tersebut mengingatkan pentingnya tindakan pencegahan di tengah situasi yang masih rawan.
Pada hari Sabtu, 18 Januari 2025, pemerintah Israel mengadakan pertemuan selama lebih dari enam jam untuk meratifikasi perjanjian ini.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyampaikan bahwa negaranya tidak akan melanjutkan gencatan senjata kecuali Hamas memberikan daftar 33 sandera yang akan dibebaskan pada tahap pertama kesepakatan tersebut.
Netanyahu juga menegaskan bahwa Israel tidak akan mentolerir pelanggaran perjanjian, dengan menempatkan tanggung jawab penuh pada pihak Hamas.
Di sisi lain, Hamas menyatakan bahwa pembebasan tawanan yang tersisa hanya akan dilakukan jika gencatan senjata berlangsung secara permanen dan pasukan Israel menarik diri sepenuhnya dari Gaza.
Konflik ini telah menyebabkan lebih dari 46.788 warga Palestina tewas dan melukai 110.453 lainnya, menunjukkan dampak kemanusiaan yang sangat besar.
Sebagai bagian dari kesepakatan, 33 tawanan yang ditahan di Gaza akan dibebaskan selama enam minggu ke depan.
Sebagai gantinya, ratusan tahanan Palestina yang berada di penjara Israel juga akan dibebaskan.
Dukungan atas kesepakatan ini datang dari Pemimpin Hizbullah Lebanon, Naim Qassem.
Ia menyampaikan selamat kepada Palestina atas tercapainya perjanjian tersebut.
Menurutnya, hal ini menunjukkan keteguhan kelompok perlawanan dalam mencapai tujuan mereka, sementara Israel gagal mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Kesepakatan ini mengingatkan pada perjanjian gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel yang dicapai pada November 2024.
Saat itu, perjanjian serupa juga dilakukan setelah lebih dari 460 hari konflik paralel antara Hamas dan Israel di Gaza.
Perjanjian gencatan senjata terbaru ini diharapkan dapat menjadi langkah awal menuju perdamaian yang lebih luas.
Meski demikian, tantangan besar masih membayangi, terutama dalam memastikan kedua belah pihak mematuhi perjanjian tersebut.
Konflik berkepanjangan di Gaza telah menyebabkan kerugian besar, baik dari sisi kemanusiaan maupun material.
Upaya diplomasi internasional terus dilakukan untuk meredakan ketegangan.
Kesepakatan ini dianggap sebagai hasil dari tekanan internasional yang intens, termasuk peran aktif Qatar sebagai mediator.
Namun, keberhasilan implementasi perjanjian ini sangat bergantung pada komitmen kedua belah pihak untuk menahan diri dari tindakan provokatif.
Dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini, masyarakat internasional berharap agar gencatan senjata dapat bertahan lama.
Konflik yang berkepanjangan hanya akan menambah penderitaan warga sipil yang terjebak di tengah-tengah ketegangan.
Gencatan senjata ini menjadi peluang bagi Israel dan Hamas untuk menunjukkan itikad baik mereka dalam mencari solusi damai.
Meskipun kesepakatan ini memberikan harapan, upaya untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan di Gaza masih memerlukan kerja keras dan komitmen jangka panjang dari semua pihak yang terlibat.***