Swarawarta.co.id – Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, mengkritik tindakan wali kelas yang menghukum seorang siswa kelas 4 SD dengan membuatnya belajar di lantai.
Hetifah menilai, perlakuan semacam itu tidak sesuai dengan prinsip pendidikan yang etis.
Menurutnya, meskipun sekolah swasta memiliki otonomi dalam mengelola keuangan, tetap diperlukan adanya batasan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Tindakan meminta murid belajar di lantai, karena menunggak SPP selama tiga bulan sebagaimana kasus di sebuah SD Swasta di Medan, merupakan tindakan yang tidak etis dan melanggar prinsip-prinsip pendidikan yang menjunjung tinggi hak-hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak tanpa diskriminasi,” kata Hetifah saat dihubungi, Minggu (12/1/2025).
Ia mengungkapkan kekhawatirannya bahwa hukuman tersebut dapat berdampak buruk pada kesehatan mental anak.
Hetifah juga menegaskan bahwa pendidikan bukan hanya sekadar layanan jasa, melainkan tanggung jawab sosial untuk mencetak generasi penerus bangsa.
Ia pun mendorong pihak sekolah agar berdialog dengan orang tua murid untuk menemukan solusi terbaik.
Kasus ini bermula dari video yang beredar, memperlihatkan seorang siswa SD di sebuah sekolah swasta di Jalan STM, Kota Medan, sedang belajar di lantai ruang kelas.
“Meski sekolah swasta memiliki kebijakan mandiri dalam pengelolaan keuangannya, tetap ada batasan yang harus dijaga agar tindakan mereka tidak mencederai hak-hak siswa,” ucapnya.
“Dalam perspektif pendidikan dan etika, setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang bermartabat sesuai dengan amanat UUD 1945 dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Secara psikologis anak, tindakan tersebut tentu dapat berdampak buruk pada kepercayaan diri dan kesehatan mental anak,” sambungnya.
Video tersebut direkam oleh Kamelia (38), orang tua dari siswa tersebut, yang mempertanyakan alasan anaknya harus belajar di lantai.
Peristiwa itu diketahui terjadi pada Rabu (8/1), dan sang anak disebut sudah belajar di lantai selama tiga hari. Menurut informasi, hukuman tersebut diterapkan karena siswa yang bersangkutan menunggak pembayaran uang sekolah.