SwaraWarta.co.id – Perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) kali ini bertepatan dengan tradisi Wulan Kapitu dari Suku Tengger, yaitu upacara Pati Geni.
Dalam upacara ini, masyarakat Tengger tidak menyalakan lampu, keluar rumah, atau membuat kebisingan sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi tersebut.
Tradisi Pati Geni dilaksanakan setiap tahun pada 29 hingga 30 Desember. Upacara ini memiliki makna mendalam bagi masyarakat Tengger, yang bertujuan untuk mencapai ketenangan batin dan mendekatkan diri kepada Tuhan, leluhur, dan alam sekitar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Secara harfiah, “Pati Geni” berarti “mati api” atau “berhenti menyalakan api”, yang melambangkan penghentian segala aktivitas duniawi, terutama yang berkaitan dengan api dan keramaian.
Selain itu, tradisi ini juga mempererat ikatan sosial antarwarga dan hubungan dengan alam serta leluhur.
Selama bulan Wulan Kapitu, masyarakat Tengger menjalani tiga pantangan utama: amati geni (tidak menyalakan api), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati karya (menahan diri dari aktivitas yang mengganggu ketenangan).
Mereka juga diwajibkan untuk melakukan poso mutih atau puasa mutih, yaitu hanya mengonsumsi nasi putih dan air putih. Tujuannya adalah untuk mengendalikan hawa nafsu dan mencapai kedamaian batin.
Upacara Pati Geni juga melibatkan pemadaman listrik dua kali, yaitu pada awal dan akhir bulan Wulan Kapitu.
Pemadaman ini menciptakan suasana hening dan tenang agar masyarakat dapat melaksanakan ritual dengan khusyuk dan merasakan kedekatan dengan alam serta Tuhan.
Selain itu, selama tradisi Wulan Kapitu, Gunung Bromo juga ditutup selama 24 jam pada 29 Desember 2024 hingga 30 Desember 2024 untuk menghormati tradisi ini. Penutupan akan berlanjut pada 27-28 Januari 2025.
Selama periode ini, masyarakat Tengger diwajibkan untuk mengikuti pantangan, termasuk tidak menyalakan lampu, tidak keluar rumah, dan menghindari perjalanan.
Semua aktivitas yang menimbulkan keramaian, seperti pertunjukan atau penggunaan sound system, juga dilarang.
Penutupan kawasan wisata Gunung Bromo juga dimaksudkan untuk menghormati masyarakat Tengger yang tengah menjalankan tradisi ini.
Wisatawan yang ingin mengunjungi Bromo diimbau untuk merencanakan perjalanan sebelum atau setelah periode penutupan.