SwaraWarta.co.id – Menjelang perayaan Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru), Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM melaporkan temuan mengejutkan terkait produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan.
Sebanyak 86.883 produk, yang mayoritas terdiri dari pangan kedaluwarsa, berhasil diamankan oleh BPOM dalam rangka intensifikasi pengawasan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, dalam konferensi pers di Jakarta pada Jumat, mengungkapkan bahwa pengawasan dilakukan secara intensif hingga 18 Desember 2024.
Pemeriksaan mencakup 2.999 sarana distribusi pangan olahan di seluruh Indonesia.
Sarana tersebut meliputi retail tradisional, retail modern, gudang distributor, gudang impor, hingga gudang e-commerce.
Dari hasil pengawasan, ditemukan bahwa 54.845 produk atau 63,13 persen dari total temuan merupakan pangan kedaluwarsa. Produk ini dianggap sangat berbahaya jika tetap beredar di masyarakat.
Selain itu, BPOM juga menemukan 4.004 produk dalam kondisi rusak, setara dengan 4,61 persen dari total temuan.
Sebanyak 28.034 produk lainnya, atau 32,27 persen, diketahui tidak memiliki izin edar (TIE).
Dalam laporan tersebut, BPOM menyoroti permasalahan rantai pasokan, terutama di wilayah timur Indonesia, yang menjadi salah satu penyebab tingginya angka produk rusak dan kedaluwarsa.
Panjangnya proses distribusi di wilayah ini meningkatkan risiko kerusakan produk sebelum sampai ke tangan konsumen.
Selain pengawasan langsung, BPOM juga melakukan patroli siber untuk memantau peredaran produk pangan di platform e-commerce.
Hasilnya, sebanyak 10.769 tautan yang menjual produk tanpa izin edar berhasil diidentifikasi.
Jumlah ini menunjukkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, di mana terdapat 17.042 tautan serupa.
BPOM telah bekerja sama dengan asosiasi e-commerce untuk menurunkan konten yang melanggar aturan tersebut.
Dari temuan ini, BPOM mencatat total kerugian ekonomi mencapai Rp634 juta untuk produk yang beredar secara luring, sementara nilai kerugian dari peredaran daring mencapai Rp22,1 miliar.
BPOM menegaskan bahwa upaya intensifikasi pengawasan ini dilakukan untuk melindungi konsumen dari risiko kesehatan akibat mengonsumsi produk yang tidak layak.
Dengan temuan ini, masyarakat diimbau untuk lebih waspada dalam memilih produk pangan, terutama selama masa libur panjang seperti Nataru.
Melalui langkah-langkah pengawasan yang ketat, BPOM berkomitmen untuk terus meningkatkan keamanan pangan di Indonesia.
Namun, peran aktif masyarakat dan kerja sama dari seluruh pihak terkait, termasuk pelaku usaha, sangat diperlukan untuk menciptakan ekosistem pangan yang sehat dan aman.***