SwaraWarta.co.id – Menjadi utusan khusus presiden tentunya merupakan salah satu jabatan strategis yang memiliki daya tarik tersendiri.
Jabatan ini tidak hanya bergengsi, tetapi juga memberikan hak keuangan yang setara dengan seorang menteri.
Salah satu tokoh yang saat ini menduduki posisi tersebut adalah Gus Miftah, seorang figur berpengaruh dalam dunia keagamaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia didaulat untuk menjabat sebagai Utusan Khusus Presiden pada Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.
Penunjukan ini memicu rasa penasaran masyarakat, terutama terkait jumlah gaji dan tunjangan yang ia terima.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 137 Tahun 2024, hak keuangan yang diterima oleh seorang utusan khusus presiden setara dengan pejabat setingkat menteri.
Meski demikian, terdapat beberapa perbedaan yang cukup mencolok, salah satunya adalah tidak adanya hak pensiun bagi utusan khusus presiden.
Hal ini menjadi salah satu poin penting yang membedakan jabatan ini dari posisi menteri, sekaligus memberikan kompleksitas tambahan dalam memahami struktur kompensasi yang diterima.
Perpres Nomor 137 Tahun 2024 menjadi dasar hukum yang mengatur hak keuangan bagi utusan khusus presiden.
Pasal 22 dalam peraturan tersebut menegaskan bahwa hak keuangan utusan khusus presiden harus disamakan dengan pejabat yang memiliki jabatan setingkat menteri.
Hal ini mencakup gaji pokok dan berbagai tunjangan yang menjadi hak mereka.
Besaran gaji pokok pejabat setingkat menteri ini merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2000.
Dalam aturan tersebut, gaji pokok seorang menteri ditetapkan dalam kisaran sebesar Rp5.040.000 per bulan.
Ketentuan ini juga berlaku untuk utusan khusus presiden, yang membuat posisi ini secara finansial berada pada tingkat yang sangat kompetitif.
Selain gaji pokok, utusan khusus presiden berhak mendapatkan berbagai tunjangan.
Walaupun detail tunjangan tidak disebutkan secara eksplisit dalam Perpres Nomor 137 Tahun 2024, umumnya pejabat setingkat menteri menerima tunjangan operasional, fasilitas kendaraan, hingga pendanaan untuk kegiatan dinas.
Namun, satu hal yang membedakan utusan khusus dengan menteri adalah ketiadaan hak pensiun. Hal ini membuat jabatan ini lebih bersifat temporer, bergantung pada masa tugas yang diberikan oleh presiden.
Jabatan utusan khusus presiden merupakan posisi yang sangat penting dalam pemerintahan, terutama dalam menjalankan misi khusus yang tidak dapat ditangani langsung oleh presiden atau menteri.
Gus Miftah, misalnya, memainkan peran strategis dalam menjaga kerukunan antarumat beragama dan memastikan pembinaan sarana keagamaan berjalan dengan baik.
Dengan tanggung jawab yang besar, posisi ini menuntut kompetensi, pengalaman, dan dedikasi yang tinggi.
Secara keseluruhan, meskipun tidak memiliki hak pensiun, jabatan utusan khusus presiden tetap menjadi salah satu posisi yang diincar karena prestise dan pengaruhnya.
Dengan hak keuangan yang setara dengan menteri, jabatan ini menjadi cerminan pentingnya peran yang diemban dalam pemerintahan.
Perpres Nomor 137 Tahun 2024 menjadi acuan utama dalam memastikan keadilan dan transparansi terkait kompensasi bagi mereka yang mengemban tugas sebagai utusan khusus presiden.***