SwaraWarta.co.id – Setiap kalimat yang digunakan dalam komunikasi formal maupun informal memiliki standar kebahasaan tertentu. Ketika ditemukan ketidaksesuaian dengan kaidah bahasa yang benar, penyuntingan menjadi hal yang penting agar pesan yang disampaikan lebih jelas, mudah dipahami, dan sesuai dengan aturan tata bahasa. Artikel ini akan membahas apakah dua kalimat berikut perlu disunting, beserta alasan yang dilandasi teori kebahasaan
Soal Lengkap:
Perhatikan kalimat berikut!
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
a. setiap hari besar Idul Fitri, umat Islam menuju masjid raya untuk menunggu kedatangan tamu akbar.
b. syukuran di adakan oleh para petani pasca panen tiba dibalai desa
Diskusikanlah, perlukah kedua kalimat di atas disunting? Apa alasannya? Alasan saudara wajib dikaitkan dengan teori dari buku atau hasil penelitian!
Jawaban:
Analisis dan Penyuntingan
Kalimat Pertama:
“Setiap hari besar Idul Fitri, umat Islam menuju masjid raya untuk menunggu kedatangan tamu akbar.”
Analisis Masalah:
- Penggunaan Frasa “hari besar Idul Fitri”:
Frasa ini kurang tepat karena “Idul Fitri” sendiri sudah merupakan hari besar. Kata “hari besar” menjadi tidak perlu dan menyebabkan redundansi. - Penulisan Kata “masjid raya”:
Dalam penulisan formal, nama tempat khusus seperti “Masjid Raya” sebaiknya diawali dengan huruf kapital. - Istilah “tamu akbar”:
Frasa ini tidak spesifik dan menimbulkan ambiguitas. Sebaiknya diganti dengan istilah yang lebih jelas untuk menggambarkan makna tamu tersebut.
Penyuntingan yang Disarankan:
“Setiap Idul Fitri, umat Islam menuju Masjid Raya untuk menunggu kedatangan tamu kehormatan.”
Alasan Penyuntingan:
Menurut teori linguistik, kalimat yang efektif harus memenuhi prinsip kejelasan (clarity) dan kebakuan (standardization) dalam bahasa (Keraf, Komposisi). Kata-kata yang redundan atau ambigu sebaiknya dihindari agar pesan lebih mudah dipahami oleh pembaca.
Kalimat Kedua:
“Syukuran di adakan oleh para petani pasca panen tiba dibalai desa.”
Analisis Masalah:
- Penulisan Kata “di adakan”:
Kata kerja pasif seperti “diadakan” ditulis tanpa spasi untuk membedakan makna dari frasa “di” sebagai kata depan. - Frasa “pasca panen tiba”:
Frasa ini kurang baku. Kata “pasca” adalah kata depan yang harus diikuti oleh kata benda. Frasa ini bisa diperbaiki agar sesuai dengan kaidah tata bahasa. - Penulisan “dibalai desa”:
Dalam bahasa Indonesia, kata depan seperti “di” harus ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Penyuntingan yang Disarankan:
“Syukuran diadakan oleh para petani setelah panen tiba di balai desa.”
Alasan Penyuntingan:
Penulisan kata depan dan kata kerja pasif dalam bahasa Indonesia memiliki aturan yang harus dipatuhi agar sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Menggunakan frasa “setelah panen tiba” juga lebih jelas daripada “pasca panen tiba,” karena lebih sesuai dengan konteks dan mudah dipahami.
Kesimpulan
Kedua kalimat di atas perlu disunting karena terdapat beberapa masalah kebahasaan, seperti:
- Redundansi (penggunaan kata berlebih).
- Ambiguitas (makna yang kurang jelas).
- Ketidaksesuaian dengan aturan tata bahasa dan ejaan.
Menurut teori linguistik dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI), penyuntingan bertujuan untuk memastikan kalimat memenuhi prinsip kejelasan, kebakuan, dan kesesuaian dengan konteks.