SwaraWarta.co.id – Pembahasan soal jelaskan mengapa Dramatization of evil dalam pemberian label kepada pelaku kenakalan remaja menjadi sangat berbahaya?
“Dramatization of evil” adalah sebuah konsep dalam kriminologi yang diperkenalkan oleh Frank Tannenbaum.
Konsep ini menjelaskan bagaimana reaksi masyarakat terhadap tindakan menyimpang, khususnya pada remaja, dapat memperburuk situasi dan memperkuat identitas mereka sebagai “pelaku kejahatan”.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketika seorang remaja melakukan pelanggaran, seringkali mereka diberi label negatif yang kuat, seperti “anak nakal”, “preman”, atau “kriminal”.
Label ini kemudian menjadi bagian dari identitas mereka, membentuk cara pandang mereka tentang diri sendiri, dan memengaruhi interaksi mereka dengan lingkungan sosial.
Mengapa Dramatization of Evil Berbahaya?
- Penguatan Identitas Negatif:
- Self-fulfilling prophecy: Ketika seseorang terus-menerus diberi label negatif, mereka cenderung berperilaku sesuai dengan label tersebut. Remaja yang dianggap sebagai “anak nakal” mungkin merasa bahwa tidak ada harapan untuk berubah dan akan terus melakukan tindakan yang melanggar norma.
- Penolakan sosial: Label negatif dapat mengisolasi remaja dari lingkungan sosial yang positif. Teman-teman, keluarga, dan masyarakat pada umumnya mungkin menghindari mereka, sehingga remaja tersebut semakin terdorong untuk mencari teman sebaya yang memiliki perilaku serupa.
- Hambatan dalam Proses Rehabilitasi:
- Stigma: Label negatif yang melekat pada diri remaja dapat menghambat upaya rehabilitasi. Masyarakat mungkin enggan memberikan kesempatan kedua kepada mereka, sehingga sulit bagi remaja untuk mengubah perilaku dan kembali ke masyarakat.
- Kurangnya dukungan: Remaja yang diberi label negatif cenderung tidak mendapatkan dukungan yang cukup dari lingkungan sekitar. Kurangnya dukungan ini dapat memperburuk kondisi emosional mereka dan meningkatkan risiko terjadinya tindakan kriminal berulang.
- Siklus Kriminalitas:
- Lingkaran setan: Dramatization of evil dapat menciptakan sebuah siklus di mana remaja terus-menerus melakukan tindakan kriminal sebagai konfirmasi terhadap label yang telah diberikan. Semakin sering mereka melakukan pelanggaran, semakin kuat pula label tersebut melekat pada diri mereka.
Contoh Kasus
Misalnya, seorang remaja yang ketahuan mencuri di sebuah toko kecil. Jika media massa memberitakan kasus ini dengan sensasional dan memberikan label “pencuri ulung” kepada remaja tersebut, maka remaja ini akan sulit untuk lepas dari stigma tersebut. Teman-teman sekelasnya mungkin akan menghindarinya, dan peluangnya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di masa depan akan semakin kecil.
Upaya Mencegah Dampak Negatif Dramatization of Evil
Untuk mencegah dampak negatif dari dramatization of evil, diperlukan beberapa upaya, antara lain:
- Pendekatan yang lebih humanis: Dalam menangani kasus kenakalan remaja, perlu dilakukan pendekatan yang lebih humanis dan restorative justice. Fokus utama harus pada pemulihan dan rehabilitasi, bukan hanya pada hukuman.
- Membangun lingkungan yang mendukung: Masyarakat perlu menciptakan lingkungan yang mendukung bagi remaja, terutama mereka yang pernah melakukan kesalahan. Hal ini dapat dilakukan melalui program mentoring, konseling, dan kegiatan positif lainnya.
- Media yang bertanggung jawab: Media massa memiliki peran penting dalam membentuk opini publik. Oleh karena itu, media harus lebih berhati-hati dalam memberitakan kasus-kasus yang melibatkan remaja, menghindari penggunaan bahasa yang stigmatisasi dan fokus pada upaya rehabilitasi.
Dramatization of evil merupakan fenomena yang sangat berbahaya dan dapat merusak masa depan seorang remaja. Dengan memahami konsep ini, kita dapat lebih bijaksana dalam merespons tindakan menyimpang yang dilakukan oleh remaja dan berupaya untuk memberikan mereka kesempatan kedua untuk berubah.