SwaraWarta.co.id – Disebutkan bahwa film Heretic dari A24 menawarkan pandangan mendalam tentang agama dan kepercayaan melalui kisah yang dipenuhi dengan ketegangan teologis.
Meskipun tampaknya mengkritik agama secara umum, film ini juga menyajikan argumen yang mendalam tentang pentingnya agama dan kekuatan iman yang tulus.
Diperankan oleh Hugh Grant sebagai Mr. Reed, karakter ini mencerminkan sosok yang penuh dengan sarkasme dan kebodohan, yang memperlihatkan sisi gelap dari manipulasi agama untuk kepentingan pribadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada dasarnya, Heretic lebih tertarik pada tema besar mengenai teologi dan kepercayaan daripada pada komentar langsung mengenai agama tertentu.
Karakter Sister Barnes (Sophie Thatcher) dan Sister Paxton (Chloe East) memang menganut agama Mormon, namun kepercayaan mereka hanya berfungsi sebagai katalis untuk ide-ide yang lebih besar.
Dalam konteks ini, agama bukanlah fokus utama, melainkan lebih kepada bagaimana kepercayaan bisa digunakan, disalahgunakan, dan bagaimana itu dapat memberi dampak besar pada kehidupan manusia.
Bagi saya pribadi, yang dibesarkan di sekolah Katolik dan Jesuit, film ini memiliki daya tarik tersendiri dalam menggambarkan kontradiksi yang ada dalam agama.
Di satu sisi, Heretic mengkritik aspek-aspek kelam dalam agama, seperti fanatisme dan ketergantungan buta pada dogma.
Namun, di sisi lain, film ini juga menekankan bahwa agama, bila dijalani dengan penuh kasih dan kebijaksanaan, bisa menjadi kompas moral yang memberikan makna dalam hidup.
Heretic menghadirkan konsep yang menarik tentang intervensi ilahi tanpa benar-benar menampilkan elemen supernatural.
Sepanjang cerita, penonton dibiarkan bertanya-tanya apakah ada kekuatan yang lebih besar yang mengatur takdir para karakternya.
Cerita berfokus pada Mr. Reed yang menggunakan korban-korbannya—termasuk dua biarawati tersebut—untuk membuktikan teorinya tentang ketidakberdayaan manusia terhadap takdir dan Tuhan.
Namun, di tengah perjalanan ini, beberapa kejadian ambigu muncul yang menantang pandangan Reed. Mungkin ini adalah campur tangan ilahi, atau mungkin hanya kebetulan belaka.
Akhir cerita yang ambigu memberikan ruang bagi interpretasi, terutama terkait dengan gagasan Sister Paxton tentang kehidupan setelah mati.
Pada akhirnya, Heretic mengajak penonton untuk mempertanyakan apakah benar ada kehidupan setelah kematian dan apakah iman seseorang dapat membimbing mereka menuju kedamaian abadi, atau justru menghancurkan mereka karena kebutaan mereka terhadap kekuatan yang lebih besar.
Secara keseluruhan, Heretic tidak hanya menawarkan kritik terhadap agama tetapi juga menantang pandangan kita tentang iman, moralitas, dan eksistensi manusia.
Film ini menyajikan pertanyaan-pertanyaan besar tentang apa artinya hidup dengan iman dan apa yang terjadi ketika kita mempertanyakan keyakinan kita.
Dengan narasi yang penuh ketegangan dan karakter yang kompleks, Heretic berhasil mengungkapkan kedalaman pemikiran tentang kekuatan dan kerentanannya agama, serta pentingnya kepercayaan dalam menghadapi dunia yang penuh dengan ketidakpastian.***