SwaraWarta.co.id – Dalam sidang yang berlangsung pada Rabu (23/10/2024), di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat,
pengusaha Harvey Moeis mendapat teguran keras dari majelis hakim terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan timah yang ditaksir merugikan keuangan negara hingga Rp 300 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Harvey, yang juga terlibat dalam pengumpulan dana kas sosial dari smelter swasta,
tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan terkait jumlah uang yang diterimanya, bahkan mengakui tidak mencatat transaksi tersebut.
Teguran tersebut mencuat saat hakim anggota, Ida Ayu Mustikawati, mendalami keterangan yang diberikan oleh Harvey selama persidangan.
Pada awalnya, Harvey menjelaskan bahwa dirinya memang menginisiasi permintaan dana kas sosial dari smelter swasta yang bekerja sama dengan PT Timah Tbk.
Namun, ia membantah penggunaan istilah dana pengamanan atau corporate social responsibility (CSR).
Harvey menjelaskan bahwa istilah CSR tidak pernah digunakan dalam komunikasi dengan smelter, dan istilah tersebut muncul hanya dalam proses penyidikan.
Harvey mengatakan bahwa sejak pertama kali bertemu dengan pihak smelter, mereka tidak pernah menyebut istilah CSR, karena ia paham benar bahwa CSR merupakan tanggung jawab masing-masing perusahaan.
Ia menyebutkan bahwa kesepakatan yang dibuat adalah mengumpulkan kas yang diperuntukkan untuk kegiatan sosial.
Namun, menurutnya, istilah CSR baru muncul saat proses penyidikan dan digunakan oleh semua pihak, meskipun dirinya sudah menyanggah penggunaan istilah tersebut dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Lebih lanjut, Harvey menjelaskan bahwa dana kas sosial yang dikumpulkan berasal dari smelter swasta yang kemudian disalurkan melalui perusahaan money changer milik Helena Lim, yaitu PT Quantum Skyline Exchange.
Sebagian dana tersebut juga diberikan langsung dari pihak smelter swasta kepadanya, tanpa menggunakan tanda terima.
Harvey mengakui bahwa ia tidak menggunakan tanda terima untuk pembayaran yang dilakukan langsung dari smelter,
sedangkan untuk pembayaran melalui PT Quantum Skyline Exchange, transaksi tetap dilakukan tanpa catatan formal.
Saat hakim meminta penjelasan lebih lanjut mengenai jumlah total dana kas sosial yang diterima, Harvey mengaku tidak mengetahui jumlah pastinya karena ia tidak mencatat transaksi penerimaan tersebut.
Ia juga menyebut bahwa hal ini menjadi pelajaran penting bagi dirinya untuk lebih teliti di masa depan.
Pengakuan Harvey yang tidak mencatat penerimaan dana dengan nominal besar tersebut membuat hakim segera menegur.
Hakim menekankan bahwa dana kas sosial yang diterima Harvey bukanlah jumlah yang kecil,
melainkan mencapai ratusan miliar rupiah. Tindakan Harvey yang tidak mencatat transaksi ini dipandang hakim sebagai bentuk ketidaktanggungjawaban yang serius.
Hakim mempertanyakan bagaimana Harvey bisa tidak bertanggung jawab dan tidak merasa takut mengingat jumlah uang yang terlibat sangat besar,
namun Harvey hanya mengatakan bahwa ia tidak tahu dan menganggapnya sebagai pelajaran bagi dirinya.
Hakim kemudian memperingatkan bahwa masalah ini tidak bisa dianggap sebagai pelajaran semata, mengingat banyaknya jumlah uang yang terlibat dalam kasus ini.
Kasus dugaan korupsi pengelolaan timah ini telah menjadi perhatian publik karena melibatkan nilai yang sangat fantastis.
Harvey Moeis, sebagai salah satu pihak yang terlibat dalam pengelolaan dana kas sosial, dinilai bertindak ceroboh karena tidak mencatat transaksi yang melibatkan uang dalam jumlah besar tersebut.
Sidang ini diharapkan bisa mengungkap lebih banyak fakta mengenai dugaan penyimpangan dan kerugian negara yang terjadi dalam pengelolaan timah ini.***