SwaraWarta.co.id – Salah satu doa yang sering dipanjatkan umat Islam adalah doa agar amal ibadah dan taubat diterima oleh Allah SWT.
Doa ini menjadi salah satu sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya, terutama ketika seseorang telah berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakan ibadah atau ketika dia menyesali kesalahan yang telah diperbuat dan bertekad untuk bertobat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam Al-Qur’an, terdapat doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim AS bersama putranya, Ismail AS, yang mengandung permohonan kepada Allah agar amal mereka diterima.
Doa tersebut diabadikan dalam Surah Al-Baqarah ayat 127.
“Wa idz yarfa’u Ibrāhīmu al-qawā’ida mina al-bayti wa Ismā’īlu. Rabbana taqabbal minnā innaka anta as-samī’u al-‘alīm,”
memiliki arti yang dalam dan penuh makna. Terjemahannya adalah: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail, (seraya berdoa), ‘Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.’”
Ayat ini menceritakan kisah ketika Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS bekerja sama membangun Ka’bah.
Di tengah-tengah pekerjaan mereka, keduanya memanjatkan doa kepada Allah agar amal mereka diterima.
Ini menunjukkan betapa pentingnya memohon kepada Allah untuk menerima amal ibadah yang telah kita lakukan, walaupun amal tersebut sudah dikerjakan dengan penuh keikhlasan.
Makna dan Hikmah dari Doa Nabi Ibrahim dan Ismail
Doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS mengajarkan beberapa hal penting yang patut kita renungkan.
Pertama, meskipun keduanya adalah nabi yang dijamin kebaikannya, mereka tetap merasa perlu untuk memohon kepada Allah agar amal mereka diterima.
Ini menunjukkan bahwa manusia, bagaimanapun tinggi derajatnya, harus tetap rendah hati dan selalu berharap akan ridha Allah.
Kedua, doa ini juga mengandung pengingat bahwa ibadah yang kita lakukan, betapa pun besar atau kecil, tetap memerlukan penerimaan dari Allah.
Ibadah yang dilakukan tanpa diterima oleh Allah tentu tidak akan memberikan manfaat bagi pelakunya.
Oleh karena itu, selain berusaha maksimal dalam melaksanakan ibadah, kita juga dianjurkan untuk selalu memohon agar Allah menerima amal kita.
Ketiga, dalam doa tersebut, Nabi Ibrahim dan Ismail menyebutkan bahwa Allah adalah “as-Samī’” (Maha Mendengar) dan “al-‘Alīm” (Maha Mengetahui).
Ini menegaskan keyakinan bahwa Allah mendengar setiap doa dan mengetahui setiap niat di dalam hati hamba-hamba-Nya.
Tidak ada yang tersembunyi dari-Nya, baik itu ucapan maupun perbuatan kita.
Oleh karena itu, selain berdoa dengan lisan, niat dalam hati juga harus diperbaiki agar sesuai dengan keikhlasan yang diharapkan.
Relevansi Doa Ini dengan Kehidupan Sehari-hari
Doa ini sangat relevan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika kita telah melaksanakan shalat, puasa, sedekah, atau bentuk ibadah lainnya, kita dianjurkan untuk memohon kepada Allah agar ibadah tersebut diterima.
Selain itu, doa ini juga bisa dipanjatkan saat seseorang bertaubat atas kesalahan yang telah dilakukan.
Kita memohon agar Allah menerima taubat kita, sebagaimana kita berharap agar amal kebaikan kita diterima oleh-Nya.
Amal ibadah dan taubat yang diterima oleh Allah akan membawa berkah dan ketenangan dalam hidup.
Sebaliknya, jika amal ibadah kita ditolak karena kurangnya keikhlasan atau adanya kekhilafan yang tidak disadari, maka amal tersebut bisa saja tidak bernilai di sisi Allah.
Oleh karena itu, memanjatkan doa ini merupakan bentuk harapan yang tulus agar Allah selalu menerima setiap usaha kita dalam beribadah dan bertaubat.
Doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS dalam Surah Al-Baqarah ayat 127 adalah doa yang sangat penting untuk kita amalkan.
Doa tersebut mengajarkan kerendahan hati, keikhlasan, dan keyakinan akan kekuasaan Allah yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
Dalam setiap amal ibadah dan taubat, kita dianjurkan untuk selalu memohon agar Allah menerima usaha kita, karena hanya dengan penerimaan-Nya, amal kita akan menjadi bermanfaat.***