SwaraWarta.co.id – Dalam Islam, terdapat aturan yang sangat jelas mengenai pemisahan antara laki-laki dan perempuan saat melaksanakan ibadah shalat di masjid.
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam telah memberikan tuntunan yang jelas mengenai hal ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Salah satu riwayat yang menjelaskan pemisahan tersebut datang dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Sebaik-baiknya shaf laki-laki adalah yang pertama dan seburuk-buruknya adalah yang terakhir. Sedangkan sebaik-baiknya shaf perempuan adalah yang terakhir dan seburuk-buruknya adalah yang pertama.” (HR. Muslim).
Hadis ini menegaskan bahwa pemisahan antara laki-laki dan perempuan dalam shalat adalah bagian dari adab yang harus dijaga, terutama untuk menjaga kekhusyukan dalam beribadah.
Ada beberapa hikmah penting di balik pemisahan ini, terutama dalam hal menjaga kesucian, mencegah fitnah, dan menghindari godaan yang mungkin timbul saat berinteraksi antara lawan jenis.
Jika dalam ibadah yang khusyuk di dalam masjid saja dianjurkan untuk menjaga jarak, apalagi di luar masjid di mana interaksi sosial lebih beragam dan tidak selalu diisi dengan orang-orang yang baik atau sedang beribadah.
Hikmah di Balik Pemisahan Laki-Laki dan Perempuan
1. Menjaga Kekhusyukan dalam Shalat
Salah satu tujuan utama dari pemisahan shaf adalah untuk menjaga kekhusyukan dalam shalat.
Shalat adalah bentuk ibadah yang memerlukan konsentrasi penuh dan hati yang bersih.
Interaksi langsung atau terlalu dekat antara laki-laki dan perempuan, terutama yang bukan mahram, bisa menjadi gangguan yang mengurangi kekhusyukan tersebut.
Dengan memisahkan barisan shalat, umat Islam dapat lebih fokus pada ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah tanpa gangguan dari sekitar.
2. Mencegah Fitnah
Islam sangat memperhatikan etika pergaulan antara laki-laki dan perempuan.
Pemisahan barisan dalam shalat ini adalah salah satu cara untuk mencegah timbulnya fitnah atau godaan.
Dalam situasi ibadah yang suci sekalipun, interaksi yang terlalu dekat antara laki-laki dan perempuan dapat menimbulkan perasaan atau pikiran yang mengganggu,
yang pada akhirnya bisa merusak niat dan kekhusyukan shalat itu sendiri. Hadis di atas menegaskan pentingnya menjaga jarak tersebut demi kebaikan bersama.
3. Contoh di Luar Masjid
Pemisahan ini tidak hanya berlaku di dalam masjid, tetapi juga dapat menjadi contoh yang relevan untuk kehidupan sehari-hari di luar masjid.
Di tempat-tempat umum, di mana ada campuran antara orang-orang baik dan mereka yang mungkin tidak,
menjaga jarak dan meminimalisir interaksi antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram adalah salah satu cara menjaga moralitas dan kesucian hati.
Jika di dalam masjid, di mana lingkungan lebih terjaga, pemisahan ini dianjurkan, tentu lebih diperlukan lagi di luar masjid, di tempat-tempat yang lebih rentan terhadap pengaruh buruk.
4. Relevansi di Zaman Modern
Meskipun aturan ini ditetapkan pada zaman Rasulullah SAW, relevansinya tidak pernah pudar.
Bahkan di era modern seperti sekarang, tantangan moral dan godaan semakin banyak, terutama dengan kemajuan teknologi dan kebebasan sosial.
Pemisahan antara laki-laki dan perempuan dalam ibadah serta interaksi sosial masih sangat penting untuk mencegah timbulnya perbuatan dosa dan menjaga kemurnian hati serta niat dalam beribadah.
Pemahaman akan pentingnya pemisahan antara laki-laki dan perempuan dalam shalat di masjid memiliki tujuan yang jelas untuk menjaga kekhusyukan dan menghindari fitnah.
Jika dalam situasi yang suci dan khusyuk seperti shalat saja diatur pemisahan, tentu aturan ini memiliki hikmah besar bagi umat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, umat Islam harus tetap memperhatikan dan mengamalkan ajaran ini, baik di dalam masjid maupun di luar, demi menjaga kebaikan dan kemurnian hati dalam setiap aspek kehidupan.***