Swarawarta.co.id – Hukum janji menikahi wanita dalam Islam banyak menjadi pertanyaan. Pasalnya laki-laki sekarang menjadikan pernikahan sebagai bualan.
Lantas, Bagaimana Hukum Janji Menikahi Wanita dalam Islam?
Untuk mengetahui hukum janji menikahi perempuan atau wnaita dalam agama Islam, berikut pahami dulu pandangannya:
1. Janji dalam Islam
Sebuah Amanah
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
“Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra’: 34).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ayat ini menegaskan bahwa janji adalah amanah yang harus dijaga dan dipenuhi. Janji bukan sekadar perkataan kosong, tetapi suatu komitmen yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Oleh karena itu, janji untuk menikahi seseorang tidak boleh dianggap sepele. Bagi seorang Muslim, melanggar janji tanpa alasan yang jelas dan sah adalah tindakan yang dilarang dan dianggap sebagai pengkhianatan terhadap amanah.
2. Janji Menikahi Wanita dalam Islam
Janji menikahi seorang wanita dalam Islam tergolong sebagai janji yang serius, terutama jika janji tersebut disampaikan secara jelas dan tegas.
Namun, ada beberapa kondisi yang mempengaruhi status hukum janji ini, tergantung pada konteks dan keadaan:
1 Jika Janji Diberikan dengan Maksud Serius
Jika seorang pria berjanji untuk menikahi seorang wanita dengan niat yang tulus dan serius, maka ia wajib menepati janjinya.
Dalam konteks ini, janji tersebut merupakan bagian dari akad (kesepakatan) yang tidak boleh dilanggar tanpa alasan syar’i yang kuat.
Jika janji tersebut diingkari tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat, pria tersebut dianggap berdosa karena telah melanggar amanah yang ia sampaikan.
Namun, janji menikahi seorang wanita bukan berarti sudah sah sebagai pernikahan.
Pernikahan dalam Islam memiliki syarat dan rukun yang harus dipenuhi, seperti adanya wali, dua orang saksi, ijab kabul, dan mahar.
Oleh karena itu, meskipun ada janji untuk menikah, pernikahan tersebut baru dianggap sah setelah dilangsungkan akad nikah sesuai dengan syariat.
2. Jika Janji Diberikan Tanpa Maksud Serius
Jika janji menikahi seorang wanita hanya diucapkan sebagai bentuk candaan, atau tanpa niat yang tulus, maka janji tersebut dianggap sebagai perbuatan yang tidak terpuji.
Rasulullah SAW mengajarkan bahwa bercanda atau bermain-main dengan janji, terutama dalam hal yang serius seperti pernikahan, adalah tindakan yang tidak sesuai dengan akhlak seorang Muslim.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
“Tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara, ia berdusta; jika berjanji, ia mengingkari; dan jika diberi amanah, ia berkhianat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini mengingatkan bahwa mengingkari janji, terutama yang berkaitan dengan hal-hal penting seperti pernikahan, adalah perilaku yang tercela dan menyerupai sifat orang munafik.
3. Konsekuensi dari Mengingkari Janji Menikahi Wanita
Jika seorang pria berjanji untuk menikahi seorang wanita, tetapi kemudian mengingkari janjinya tanpa alasan yang syar’i, maka ada beberapa konsekuensi yang mungkin timbul:
1. Dosa Moral dan Pelanggaran Amanah
Mengingkari janji menikahi seorang wanita tanpa alasan yang sah adalah dosa moral karena melanggar amanah yang diberikan.
Ini termasuk dalam kategori perilaku tidak jujur dan tidak bertanggung jawab, yang dilarang dalam Islam. Pria yang mengingkari janji ini akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.
2. Dampak Psikologis dan Sosial
Selain itu, mengingkari janji untuk menikahi seorang wanita juga dapat berdampak pada kondisi psikologis dan sosial wanita tersebut.
Dalam banyak kasus, wanita yang dijanjikan pernikahan mungkin mengalami tekanan mental, kecemasan, atau kehilangan reputasi di mata masyarakat.
Oleh karena itu, seorang pria harus berhati-hati dalam mengucapkan janji yang menyangkut masa depan orang lain, terutama dalam hal pernikahan.
Kapan Janji Menikahi Wanita Bisa Dibatalkan
Meskipun Islam sangat menekankan pentingnya menjaga janji, ada beberapa kondisi yang memungkinkan janji menikahi wanita dibatalkan, misalnya:
1. Alasan yang Sah Secara Syar’i
Jika ada alasan yang dibenarkan oleh syariat, janji menikahi seorang wanita bisa dibatalkan.
Misalnya, jika setelah janji tersebut diberikan, muncul hal-hal yang menyebabkan pernikahan tidak bisa dilanjutkan, seperti adanya cacat yang tidak diketahui sebelumnya, adanya perselisihan yang tidak bisa diselesaikan, atau perubahan keadaan yang sangat signifikan.
2. Ketidakcocokan yang Baru Diketahui
Jika setelah janji diberikan, ternyata kedua pihak merasa bahwa mereka tidak cocok untuk menikah, maka janji tersebut bisa dibatalkan.
Islam tidak memaksakan pernikahan jika salah satu pihak merasa tidak siap atau tidak nyaman untuk melanjutkan hubungan tersebut ke jenjang pernikahan.
Bagaimana Cara Menyikapi Janji Menikah dalam Islam?
Janji menikahi seseorang harus dipandang sebagai komitmen yang serius dan tidak boleh diucapkan sembarangan.
Seorang pria yang berjanji untuk menikahi wanita harus siap untuk menepati janjinya dan menjalankan pernikahan sesuai dengan syariat Islam.
Jika memang tidak mampu menepati janji tersebut karena alasan yang jelas dan dibenarkan, maka ia harus menyampaikan penjelasan dengan baik dan tidak meninggalkan wanita tersebut tanpa alasan.
Hukum janji menikahi wanita dalam Islam sangat bergantung pada niat dan konteks dari janji tersebut.
Islam memandang janji sebagai amanah yang harus dijaga, terutama dalam hal serius seperti pernikahan.
Janji menikahi seseorang harus dilakukan dengan niat tulus dan siap untuk dilaksanakan sesuai dengan syariat.
Mengingkari janji tanpa alasan yang sah adalah dosa, dan dapat berdampak negatif baik secara moral, psikologis, maupun sosial.
Oleh karena itu, menjaga janji, khususnya dalam hal pernikahan, merupakan tindakan yang sangat dianjurkan dalam Islam.