SwaraWarta.co.id – Dalam Islam, mendamaikan orang yang berselisih merupakan tindakan yang sangat dianjurkan.
Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan berbohong dalam situasi tertentu demi mendamaikan orang yang sedang berselisih.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Contohnya, seseorang dapat mengatakan kepada salah satu pihak bahwa pihak lainnya memuji dan menghargainya, meskipun kenyataannya hal tersebut belum diucapkan.
Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan dari Ummu Kultsum binti ‘Uqbah radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Bukanlah pendusta orang yang berusaha mendamaikan manusia dengan berkata kebaikan atau menambah kebaikan.” [HR. Al-Bukhari].
Ibn Al-‘Arabi rahimahullah menjelaskan bahwa kebolehan berbohong dalam konteks ini merupakan pengecualian dari larangan umum berbohong.
Ini adalah salah satu manifestasi rahmat Allah bagi umat Islam karena kebutuhan mereka akan hal tersebut.
Hal ini sejalan dengan hadis lain yang diriwayatkan dari Asma’ binti Yazid radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak dibolehkan berbohong kecuali dalam tiga keadaan: ketika seorang suami berbicara kepada istrinya untuk menyenangkannya, dalam peperangan, dan untuk mendamaikan manusia.” [HR. At-Tirmidzi, dan Al-Albani mensahihkannya].
Dalam konteks hubungan suami istri, berbohong di sini merujuk pada ungkapan kasih sayang atau pujian yang bertujuan menjaga keharmonisan keluarga, bukan berbohong yang merugikan pasangan atau melanggar hak-hak mereka.
Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa berbohong kepada pasangan berarti berbohong dalam hal-hal seperti mengungkapkan cinta atau menjanjikan sesuatu yang tidak wajib.
Namun, jika kebohongan digunakan untuk menutupi hak-hak pasangan atau mengambil keuntungan yang tidak semestinya, maka hal ini dilarang oleh konsensus ulama.
Mendamaikan orang yang berselisih adalah salah satu akhlak mulia yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau sangat mendorong umatnya untuk terus berusaha mendamaikan orang yang sedang dalam perselisihan, karena hal ini membawa kebaikan baik bagi individu maupun masyarakat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Maukah kalian aku tunjukkan amalan yang lebih utama daripada salat, puasa, dan sedekah?” Para sahabat menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Mendamaikan orang yang berselisih.” [HR. Abu Dawud].
Lebih dari itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Sesungguhnya di antara manusia ada yang menjadi kunci-kunci kebaikan dan penutup kejahatan, dan sesungguhnya di antara manusia ada yang menjadi kunci-kunci kejahatan dan penutup kebaikan.
Beruntunglah orang-orang yang di tangannya Allah letakkan kunci-kunci kebaikan, dan celakalah orang-orang yang di tangannya Allah letakkan kunci-kunci kejahatan.” [HR. Ibn Majah, dan Al-Albani mensahihkannya].
Oleh karena itu, bagi mereka yang mampu mendamaikan orang yang berselisih, Allah akan memberikan kebahagiaan dan keberkahan.
Mereka adalah orang-orang yang dipilih Allah untuk menjadi perantara kebaikan di muka bumi.
Islam mengajarkan bahwa mendamaikan orang yang berselisih bukan hanya tindakan yang mulia, tetapi juga amalan yang membawa keberkahan dalam kehidupan individu dan masyarakat.***