SwaraWarta.co.id– Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, marah besar akibat banjir bandang yang melanda negaranya. Ia dilaporkan telah mengeksekusi 30 pejabat setelah mereka gagal mencegah bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi musim panas ini.
Media dari Korea Selatan mengungkapkan bahwa jumlah korban jiwa akibat banjir mencapai 4.000 orang. Seorang pejabat di bawah rezim Kim Jong-un menyatakan bahwa antara 20 hingga 30 pejabat dan pemimpin di Korea Utara telah didakwa karena korupsi dan kelalaian. Sehingga Korea Utara menjatuhkan hukuman mati kepada mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dikutip dari New York Post, Selasa (3/9/2024), hal itu diungkapkan sumber pejabat tersebut kepada TV Chosun.
“Telah diketahui bahwa 20 hingga 30 kader di wilayah terdampak banjir dieksekusi pada waktu yang sama bulan lalu,” tutur pejabat tersebut.
Namun, laporan eksekusi tersebut tak bisa diverifikasi secara langsung dan independen.
Kantor Berita Korea Utara, KCNA, sebelumnya melaporkan bahwa Kim Jong-un telah memerintahkan tindakan tegas terhadap para pejabat setelah terjadinya bencana banjir di Provinsi Chagang pada bulan Juli.
Media Korea Selatan mengklaim bahwa 4.000 orang tewas dan lebih dari 15.000 orang terpaksa mengungsi.
Meskipun identitas pejabat yang dieksekusi tidak diungkapkan, laporan dari sumber anonim menyebutkan bahwa Kang Bo-hoon, Sekretaris Komite Partai Provinsi Chagang sejak 2019, termasuk di antara pemimpin yang diberhentikan oleh Kim Jong-un akibat bencana tersebut.
Di sisi lain, Lee Il-gyu, seorang mantan diplomat Korea Utara yang membelot, mengatakan bahwa para pejabat di provinsi itu merasa sangat cemas dan tidak tahu kapan mereka akan dieksekusi.
Bulan lalu, Kim Jong-un mengunjungi daerah yang terkena dampak banjir dan bertemu dengan warga setempat. Kim Jong-un memperkirakan bahwa pemulihan lingkungan yang terdampak akan memakan waktu berbulan-bulan.
Kim Jong-un juga mengkritik laporan media Korea Selatan mengenai jumlah korban, dengan menegaskan bahwa tidak ada ribuan orang yang tewas akibat bencana tersebut.
Penulis : Vahira Mona Luthfita, Jurnalis Magang