SwaraWarta.co.id – Pada Minggu (1/9), kelompok perlawanan Palestina, Hamas, mengeluarkan pernyataan yang menuduh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, bertanggung jawab atas terhentinya negosiasi terkait gencatan senjata di Gaza dan pembebasan sandera.
Menurut Hamas, kebuntuan ini disebabkan oleh tindakan Netanyahu yang mereka sebut sebagai “teroris dan kriminal.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam pernyataan resminya, Hamas menegaskan bahwa Netanyahu adalah pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan dalam mencapai kesepakatan
untuk mengakhiri agresi terhadap rakyat Palestina dan kesepakatan untuk pembebasan tahanan secara timbal balik.
Hamas menyebut negosiasi yang bertujuan untuk mengakhiri konflik dan pertukaran tahanan tidak berhasil mencapai kesepakatan karena adanya kebuntuan ini.
Sebelumnya, pada Jumat, portal berita Walla melaporkan bahwa Israel dan Hamas telah membuat beberapa kemajuan dalam negosiasi yang dimediasi, khususnya mengenai pertukaran sandera dengan tahanan.
Namun, meskipun ada kemajuan, kedua belah pihak belum berhasil mencapai kesepakatan terkait gencatan senjata.
Sumber dari Hamas dan penasihat Netanyahu, Dmitry Gendelman, memberikan informasi kepada media Rusia, Sputnik, bahwa sejauh ini tidak ada kemajuan signifikan yang dicapai dalam pembicaraan tentang gencatan senjata.
Hal ini menunjukkan bahwa masih ada perbedaan yang signifikan antara kedua pihak mengenai bagaimana gencatan senjata dapat dilaksanakan di lapangan.
Negosiasi terbaru antara Israel dan Hamas yang membahas kemungkinan kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza serta pembebasan sandera berlangsung di Kairo pada bulan Agustus.
Dalam pertemuan ini, turut hadir Direktur CIA William Burns, Perdana Menteri Qatar Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, dan beberapa pejabat senior dari Israel dan Mesir.
Namun, pertemuan di Kairo ini tidak menghasilkan terobosan berarti.
Menurut laporan media yang mengutip sumber keamanan Mesir, pembicaraan tersebut berakhir tanpa adanya kesepakatan karena kedua belah pihak, Israel dan Hamas, menolak proposal yang diajukan oleh mediator.
Mediator internasional berusaha mencari jalan tengah untuk mengakhiri konflik dan mengamankan pembebasan sandera, namun ketidaksepakatan di antara kedua pihak masih menjadi penghalang utama.
Situasi ini menunjukkan betapa kompleks dan tegangnya proses negosiasi antara Israel dan Hamas.
Meski terdapat upaya mediasi dari berbagai pihak, termasuk negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Qatar,
mencapai kesepakatan damai yang dapat diterima oleh kedua belah pihak ternyata bukanlah tugas yang mudah.
Berbagai perbedaan pandangan dan kepentingan politik membuat proses ini menjadi lebih sulit dan memakan waktu.
Dengan belum tercapainya kesepakatan ini, situasi di Gaza dan wilayah sekitarnya tetap berada dalam ketegangan tinggi.
Masyarakat internasional terus memantau perkembangan ini dengan harapan agar perdamaian dapat segera terwujud dan penderitaan warga sipil di wilayah konflik dapat segera diakhiri.
Namun, hingga saat ini, masa depan negosiasi antara Israel dan Hamas masih belum dapat dipastikan, dan bagaimana hasil akhir dari pembicaraan ini akan berpengaruh pada stabilitas kawasan masih menjadi tanda tanya besar.***