Heboh Air Kemasan Bikin Masyarakat Miskin, Kok Bisa?

- Redaksi

Monday, 2 September 2024 - 15:56 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Air Kemasan
(Dok. Ist)

Air Kemasan (Dok. Ist)

Swarawarta.co.id – Kebiasaan rutin masyarakat untuk membeli barang yang seharusnya gratis di negara maju, seperti air kemasan atau galon, telah memberatkan daya beli kelas menengah di Indonesia, hingga menyebabkan mereka mengalami penurunan kelas ekonomi.

Bambang Brodjonegoro, seorang ekonom senior dan mantan Menteri Keuangan, menyatakan bahwa penurunan ekonomi kelas menengah di Indonesia bukan hanya disebabkan oleh pandemi Covid-19 dan tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK), tetapi juga oleh kebiasaan membeli air galon.

“Selama ini secara tidak sadar itu sudah menggerus income kita secara lumayan dengan style kita yang mengandalkan semua kepada air galon, air botol dan segala macamnya,” kata Bambang di kantor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Jakarta, dikutip Senin (2/8/2024).

ADVERTISEMENT

ads.

SCROLL TO RESUME CONTENT

Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas pada masa pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo tersebut menekankan bahwa kebiasaan mengonsumsi air dalam kemasan tidak terjadi di semua negara.

Baca Juga :  BRI Liga 1 Pekan ke-24: Dewa United Siap Bangkit, Persebaya Percaya Diri

“Daya beli kelas menengahnya aman karena untuk air pun mereka tidak perlu mengeluarkan uang terlalu banyak,” kata dia.

Di negara maju, misalnya, masyarakat kelas menengah terbiasa meminum air yang disediakan secara gratis oleh pemerintah di tempat-tempat umum.

Fasilitas air minum massal ini memungkinkan masyarakat di negara maju untuk tidak perlu mengeluarkan uang demi membeli air minum.

Bambang juga menyoroti dampak pandemi Covid-19, di mana banyak anggota kelas menengah kehilangan pekerjaan atau mengalami kebangkrutan bisnis.

Setelah pandemi mereda, masyarakat kembali dihadapkan dengan masalah lain, seperti kenaikan suku bunga yang tinggi, yang juga memengaruhi perekonomian.

Akibatnya, sekitar 9,48 juta orang dari kelas menengah mengalami penurunan kelas ekonomi.

“Jangan lupa loh Covid itu terjadi 2 tahun dan yang terjadi pada waktu itu ada kelas menengah yang kehilangan pekerjaan dan kelas menengah yang bisnisnya berhenti atau bangkrut,” ungkapnya.

Baca Juga :  Cemburu, Pria di Purworejo Tega Bunuh Istri yang Tengah Hamil 6 Bulan

Data menunjukkan bahwa jumlah masyarakat kelas menengah rentan, atau aspiring middle class, meningkat dari 128,85 juta orang (48,20% dari total penduduk) pada 2019 menjadi 137,50 juta orang (49,22% dari total penduduk) pada 2024.

Selain itu, kelompok masyarakat rentan miskin juga mengalami peningkatan, dari 54,97 juta orang (20,56% dari total penduduk) pada 2019 menjadi 67,69 juta orang (24,23% dari total penduduk) pada 2024.

Hal ini menunjukkan bahwa banyak anggota kelas menengah yang turun ke dalam dua kelompok tersebut.

Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat bahwa penduduk kelas menengah di Indonesia menjadi semakin rentan terhadap kemiskinan dalam 10 tahun terakhir.

Modus pengeluaran penduduk kelas menengah cenderung mendekati batas bawah pengelompokan, menunjukkan bahwa mereka lebih sulit untuk naik ke kelas atas dan lebih rentan untuk jatuh ke kelompok kelas menengah rentan atau bahkan rentan miskin.

Baca Juga :  Polisi Sebut Eks Manager Fuji Hanya digaji Rp 500.000 Per Bulan

Pada 2024, batas atas pengelompokan kelas menengah adalah 17 kali garis kemiskinan (Rp 582.932 per kapita per bulan), atau senilai Rp 9,90 juta, sementara batas bawahnya adalah 3,5 kali Rp 582.932, atau sekitar Rp 2,04 juta.

Modus pengeluaran kelas menengah pada 2024 tercatat sebesar Rp 2,05 juta, mendekati batas bawah ukuran kelas menengah, yang menunjukkan bahwa semakin sulit bagi mereka untuk mempertahankan atau meningkatkan status ekonomi mereka.

Sebagai perbandingan, pada 2014, modus pengeluaran kelas menengah sebesar Rp 1,70 juta, dengan batas bawah senilai Rp 1,05 juta dan batas atas sebesar Rp 5,14 juta.

“Jadi saya melihatnya kombinasi yang dimulai dari Covid, kemudian diperpanjang dengan tingkat bunga tinggi, nilai tukar melemah, apa-apa jadi mahal,” kata dia.

Berita Terkait

Banjir di Batang, Perjalanan Kereta Terganggu dan Alami Rekayasa Jalur
Puncak Arus Mudik Lebaran 2025 Masih Terjadi di Tol Cikampek
Ibu Muda Melahirkan di Trotoar Jalan Suromenggolo, Bayi Selamat
Pelaku Pelecehan Anak Dihakimi Warga di Jakarta Timur
Polsek Matraman Gelar Patroli Cegah Kejahatan di Rumah Kosong Saat Mudik
Terjadi Krisis Kesehatan di Gaza, Ribuan Pasien Kehilangan Akses ke Pengobatan
Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko Fokus Perbaiki Infrastruktur Jalan, Hingga Ungkap Fakta Ini
Selebgram Lisa Mariana Murka Foto Anaknya Diedit

Berita Terkait

Saturday, 29 March 2025 - 08:34 WIB

Puncak Arus Mudik Lebaran 2025 Masih Terjadi di Tol Cikampek

Saturday, 29 March 2025 - 08:29 WIB

Ibu Muda Melahirkan di Trotoar Jalan Suromenggolo, Bayi Selamat

Saturday, 29 March 2025 - 08:25 WIB

Pelaku Pelecehan Anak Dihakimi Warga di Jakarta Timur

Saturday, 29 March 2025 - 08:21 WIB

Polsek Matraman Gelar Patroli Cegah Kejahatan di Rumah Kosong Saat Mudik

Saturday, 29 March 2025 - 08:18 WIB

Terjadi Krisis Kesehatan di Gaza, Ribuan Pasien Kehilangan Akses ke Pengobatan

Berita Terbaru

Bagaimana Jika Telat Lapor SPT

Ekonomi

Bagaimana Jika Telat Lapor SPT? Ini Dampak dan Solusinya

Saturday, 29 Mar 2025 - 16:02 WIB

Cara Aktivasi Akun Wajib Pajak CoreTax

Ekonomi

Cara Aktivasi Akun Wajib Pajak CoreTax, Khusus untuk Pemula

Saturday, 29 Mar 2025 - 15:24 WIB

Apa Itu SPPI Batch 3

Pendidikan

Apa Itu SPPI Batch 3? Yuk Cari Tahu Disini Penjelasannya!

Saturday, 29 Mar 2025 - 09:45 WIB