SwaraWarta.co.id – Komisi Yudisial (KY) memberikan sanksi berat berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun kepada tiga hakim yang terlibat dalam kasus vonis bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur (GRT) terkait pembunuhan Dini Sera Afrianti.
Tiga hakim yang mendapat sanksi pemecatan tersebut adalah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Anggota KY sekaligus Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi, Joko Sasmito, menyampaikan bahwa ketiga hakim tersebut terbukti melanggar Kode Etik Pedoman dan Perilaku Hakim (KEPPH).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Joko menjelaskan bahwa para hakim terbukti melakukan pelanggaran KEPPH dengan klasifikasi tingkat pelanggaran berat.
Pernyataan ini disampaikan oleh Joko dalam rapat bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada hari Senin.
Joko mengungkapkan bahwa keputusan pemberhentian ini diambil dalam sidang pleno yang dihadiri oleh seluruh Anggota KY yang berjumlah tujuh orang, tepat sebelum KY mengikuti rapat bersama DPR RI.
Menurut Joko, hasil sidang pleno tersebut menunjukkan bahwa para hakim membaca fakta-fakta hukum dan pertimbangan yang berbeda antara yang disampaikan dalam persidangan dengan yang tercantum dalam salinan putusan perkara Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby.
Ia menambahkan bahwa para hakim juga membacakan pertimbangan hukum terkait penyebab kematian Dini Sera Afrianti yang tidak sesuai dengan hasil visum et repertum dan keterangan saksi ahli dari RSUD Dr Soetomo, dr Renny Sumino.
Lebih lanjut, KY menemukan bahwa para hakim tersebut tidak mempertimbangkan, menyinggung, atau memberikan penilaian terhadap bukti berupa rekaman CCTV di area parkir basement Lenmarc Mall yang diajukan oleh penuntut umum dalam persidangan.
Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, Majelis Sidang Pleno KY berpendapat bahwa tindakan para hakim termasuk dalam klasifikasi pelanggaran berat.
Setelah bermusyawarah, Majelis Sidang Pleno sepakat untuk menjatuhkan sanksi berat kepada ketiga hakim tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyatakan bahwa putusan bebas yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Surabaya terhadap Ronald Tannur menjadi perhatian publik karena dianggap fenomenal.
Menurut Habiburokhman, KY telah bekerja maksimal dalam menangani kasus pelanggaran kode etik ini.
Namun, ia juga berpendapat bahwa seharusnya KY memberikan sanksi pemberhentian tetap tanpa hak pensiun kepada para hakim tersebut.
Meskipun demikian, Habiburokhman menyatakan apresiasinya atas kinerja KY yang dinilai sudah sangat maksimal.
Ia yakin bahwa Anggota DPR lainnya juga akan memberikan apresiasi kepada Komisi Yudisial atas tindakan tegas dalam menangani kasus ini.
Kasus ini menunjukkan ketegasan KY dalam menjaga integritas dan independensi peradilan, serta memastikan bahwa para hakim mematuhi kode etik dan perilaku yang seharusnya.
Keputusan KY ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi hakim lainnya untuk selalu menjunjung tinggi keadilan dan integritas dalam menjalankan tugasnya, demi menjaga kepercayaan publik terhadap institusi peradilan di Indonesia.***