SwaraWarta.co.id– Attention Deficit Hyperactivity Disorder atau ADHD adalah istilah medis untuk gangguan mental berupa perilaku impulsif dan hiperaktif.
Gejala ADHD membuat anak-anak kesulitan untuk memusatkan perhatian pada satu hal dalam satu waktu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Meski lebih rentan terjadi pada anak, gejala yang muncul bisa bertahan hingga usia remaja bahkan dewasa. ADHD terbagi menjadi 3 subtipe, yaitu:
- Dominan hiperaktif-impulsif. Tipe ini biasanya muncul dengan masalah hiperaktivitas bersamaan dengan perilaku impulsif.
- Dominan inatentif. Tipe ini memiliki ciri sulit untuk menaruh perhatian penuh pada satu hal dalam satu waktu. Anak-anak dengan kondisi ini cenderung tidak bisa memperhatikan dengan baik.
- Kombinasi hiperaktif-impulsif dan inatentif. Jenis ini menunjukkan ciri hiperaktif, impulsif, dan tidak dapat memperhatikan dengan baik.
Penyebab ADHD
Para ahli masih belum mengetahui apa yang menjadi penyebab ADHD secara pasti sampai saat ini.
Namun, masalah kesehatan mental ini bisa muncul karena ketidakseimbangan senyawa kimia (neurotransmitter) dalam otak.
Ahli menduga, beberapa kondisi berikut ini bisa memicu terjadinya kondisi ini pada anak:
1. Genetika
Sampai saat ini, genetik menjadi satu-satunya penyebab utama terjadinya ADHD. Selain itu, kondisi ini cenderung menurun dalam keluarga.
Dalam banyak kasus, para ahli menduga bahwa gen dari salah satu atau kedua orang tua merupakan faktor penting dalam berkembangnya kelainan ini.
2. Fungsi dan struktur otak
Studi telah mengidentifikasi beberapa kemungkinan perbedaan dalam otak seseorang dengan berkembangnya ADHD dari mereka yang tidak memiliki kondisi tersebut. Penelitian tersebut menggunakan pemindaian otak.
Hasilnya, area otak tertentu mungkin lebih kecil ukurannya pada seseorang dengan ADHD, sedangkan area lainnya bisa jadi lebih besar.
Studi lain juga menunjukkan bahwa seseorang dengan kondisi ini mungkin memiliki ketidakseimbangan dalam tingkat neurotransmitter pada otak. Selain itu, dugaan lain menyatakan bahwa bahan kimia pada otak tersebut bisa jadi tidak berfungsi dengan baik.
3. Paparan neurotoksin selama kehamilan
Selain itu, para ahli juga menduga bahwa ada hubungan antara ADHD dengan bahan kimia neurotoksin tertentu, seperti timbal dan beberapa jenis pestisida. Paparan timbal pada anak dapat memengaruhi tingkat pendidikan mereka. Hal tersebut berkaitan dengan kurangnya perhatian, hiperaktif, dan impulsif.
Sementara itu, paparan pestisida organofosfat juga berkaitan dengan kelainan mental tersebut. Ini adalah bahan kimia yang banyak digunakan pada rumput dan produk pertanian. Studi menyebutkan, bahan kimia organofosfat berpotensi memberikan efek negatif pada perkembangan saraf anak.
4. Merokok dan mengonsumsi alkohol selama kehamilan
Menjadi perokok aktif atau pasif selama kehamilan juga berkaitan dengan perilaku anak dengan kondisi ADHD.
Selain itu, anak yang terpapar alkohol serta obat-obatan ketika masih berupa janin dalam kandungan juga lebih mungkin mengalami kondisi serupa.
Gejala ADHD
ADHD merupakan gangguan perkembangan saraf yang kompleks yang dapat memengaruhi kemampuan fungsi tubuh pengidapnya dalam banyak aspek kehidupan. Seperti ketika sedang sekolah, bekerja, dan bahkan pada lingkungan rumah.
Lalu, apa yang dirasakan pengidap ADHD? Gejala ADHD pada anak, remaja, dan orang dewasa bisa berbeda.
- Gejala ADHD pada anak
Gejala utama dari gangguan kesehatan ini yaitu kurangnya perhatian, tindakan hiperaktif-impulsif, atau gabungan keduanya. Lantas, Apa ciri-ciri anak ADHD?
- Kesulitan untuk memperhatikan dan tetap teratur.
- Memiliki kegelisahan yang berlebihan.
- Mempunyai masalah dengan pengendalian diri atau perilaku impulsif
Sementara itu, orang tua bisa dengan mudah mengenali gejala ADHD pada anak dengan memperhatikan beberapa hal ini.
- Anak sulit berfokus pada aktivitas dan menjadi mudah terganggu.
- Rentang perhatian yang rendah saat bermain atau mengerjakan tugas sekolah.
- Anak menjadi gelisah dan kesulitan duduk diam.
- Selalu membutuhkan gerakan atau sering berlarian.
- Berbicara berlebihan dan menyela orang lain.
- Gejala ADHD pada remaja
Seiring bertambahnya usia, anak dengan gangguan ini akan menunjukkan perubahan gejala.
Dalam beberapa kasus, gejala tertentu yang terlihat ketika masa kanak-kanak mungkin berkurang seiring anak beranjak remaja.
Namun, gejala baru dapat saja muncul seiring dengan perubahan tanggung jawab dan bertambahnya usia pada anak.
Remaja dengan masalah ini biasanya menunjukkan beberapa gejala berikut:
- Kesulitan fokus pada tugas sekolah atau pekerjaan lain.
- Sering melakukan kesalahan saat melakukan tugas atau pekerjaan.
- Mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas, terutama tugas sekolah atau pekerjaan rumah.
- Memiliki masalah dengan organisasi dan manajemen waktu.
- Sering melupakan barang atau kehilangan barang pribadi.
- Kerap menghindari tugas atau pekerjaan yang melelahkan secara mental.
- Kesulitan menavigasi hubungan sosial dan keluarga.
- Mengalami peningkatan frustasi dan kepekaan emosional.
Meski ADHD dapat membuat remaja terlihat “tidak dewasa”, gejala yang muncul sebenarnya hanyalah bagian dari ADHD alias tidak ada hubungannya dengan tingkat kedewasaan anak.
3. Gejala ADHD pada usia dewasa
Kebanyakan orang dengan ADHD menerima diagnosa selama masa kanak-kanak. Namun, orang tua kerap mengabaikan atau menyalahartikan gejala yang muncul. Selama gejala ADHD muncul pada seseorang sebelum usianya 12 tahun, ini artinya mereka masih dapat menerima diagnosa pada masa dewasa.
Pada orang dewasa, gejala ADHD bisa terlihat berbeda daripada gejala yang muncul pada masa kanak-kanak atau remaja.
Hal ini bisa terjadi karena adanya perbedaan tanggung jawab saat dewasa. Gejala ADHD pada orang dewasa dapat berupa:
- Kesulitan menyelesaikan tugas atau pekerjaan.
- Memiliki masalah harga diri dan kesejahteraan mental secara keseluruhan.
- Melakukan penyalahgunaan zat, terutama alkohol.
- Mengalami kesulitan dalam hubungan dengan pasangan, keluarga, atau rekan kerja.
- Sering mengalami kecelakaan atau cedera.
Diagnosis ADHD
Anak yang mengalami kesulitan konsentrasi dan menunjukkan kondisi hiperaktif tidak selalu mengidap ADHD, ini juga berlaku pada remaja. Memang benar, orang tua mungkin melihat remaja kerap tidak mendengar pembicaraan, menunjukkan tingkah laku impulsif, dan mudah teralihkan dengan distraksi.
Namun, bukan berarti mereka mengalami ADHD. Oleh karena kondisi ini sering tidak terdiagnosis pada usia anak, penting untuk orang tua mengetahui apa saja gejala dan mengenali apa saja bedanya dengan perilaku anak yang normal, guna mendapatkan diagnosis yang akurat, perlu kerja sama dari banyak pihak.
Mulanya, dokter anak bersama dengan psikiater akan memeriksa kondisi fisik dan mental anak, keluarga, dan tenaga pengajar yang berinteraksi dengan anak. Guna membantu menegakkan diagnosis, dokter mungkin merekomendasikan beberapa pemeriksaan tambahan.
Pemeriksaan ini termasuk tes fungsi hati, tes darah, MRI pada otak, dan tes tiroid.
Pengobatan ADHD
Sayangnya, anak dengan kondisi ADHD tidak bisa sembuh sepenuhnya. Meski begitu, gabungan antara obat dan terapi bisa membantu mengurangi gejala yang muncul, sehingga pengidapnya tetap bisa beraktivitas dengan normal.
Adapun pengobatan ADHD yang bisa ditempuh:
1. Obat
Dokter akan meresepkan obat methylphenidate yang memang umum untuk mengatasi ADHD. Obat satu ini bekerja dengan membuat kadar senyawa kimia pada otak menjadi lebih seimbang. Dengan demikian, gejala yang muncul bisa berkurang.
Selain itu, amfetamin dan methylphenidate merupakan dua contoh obat yang bisa digunakan untuk atasi ADHD. Namun, keduanya harus berdasarkan resep dan saran dokter untuk mencegah dampak yang tidak diinginkan.
2. Psikoterapi
Metode pengobatan lainnya adalah psikoterapi. Tidak hanya mengobati kondisi ini, terapi juga bermanfaat untuk mengobati masalah kejiwaan lain yang bisa muncul dengan ADHD, misalnya depresi.
Jenis terapi yang bisa menjadi pertimbangkan, yaitu:
- Cognitive behavioural therapy (CBT) atau terapi perilaku kognitif
Terapi perilaku kognitif memiliki tujuan utama untuk membantu pengidap sehingga dapat mengubah perilaku dan pola pikir mereka ketika sedang berada pada kondisi atau permasalahan tertentu.
- Terapi psikoedukasi
Selanjutnya, terapi psikoedukasi. Ketika menjalani terapi ini, psikiater akan mengajak pengidap untuk bercerita. Misalnya, kesulitan pengidap dalam menghadapi kondisi tersebut.
Melalui terapi ini, psikiater berharap pengidap bisa mendapatkan cara terbaik untuk mengatasi gejala yang muncul.
- Terapi interaksi sosial
Kemudian, terapi interaksi sosial yang bisa membantu pengidap untuk mengetahui perilaku sosial yang pas untuk suatu kondisi. Orang tua, pengasuh, keluarga, dan guru tentu memerlukan arahan sehingga bisa memberikan pendampingan pada pengidap.
Pencegahan ADHD tidak ada pencegahan spesifik yang bisa dilakukan. Namun, risiko gangguan mental ini bisa orang tua kurangi, Mulailah sedini mungkin dari masa kehamilan. Ibu hamil sebaiknya tidak merokok, tidak mengonsumsi minuman beralkohol dan obat-obatan terlarang, sera sebisa mungkin menjauhkan anak dari asap rokok serta paparan zat beracun yang bisa membahayakan kesehatan.
Penulis : Vahira Mona Luthfita, Siswi Magang, SMAN 1 PONOROGO