Swarawarta.co.id – Kejaksaan Agung kembali mengungkap perkembangan signifikan dalam penanganan perkara korupsi yang tengah disorot publik.
Kali ini, fokus penyidikan mengarah pada upaya perintangan terhadap jalannya proses hukum dalam dua kasus besar, yaitu dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan dan penyalahgunaan komoditas timah.
Tiga orang resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan melakukan tindakan yang menghambat penyidikan kedua kasus tersebut.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Terdapat permufakatan jahat yang dilakukan MS, JS, bersama-sama dengan TB selaku Direktur Pemberitaan Jak TV untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Pertamina dan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula atas nama Tersangka Tom Lembong. Baik dalam penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di pengadilan,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Selasa (22/4/2025) dini hari.
Ketiga tersangka yang dimaksud adalah dua orang pengacara, yakni Junaedi Saibih (JS) dan Marcela Santoso (MS), serta seorang petinggi media, Tian Bahtiar (TB) yang menjabat sebagai Direktur Pemberitaan di salah satu stasiun televisi swasta, Jak TV. Mereka diduga melakukan permufakatan jahat dengan tujuan untuk memengaruhi jalannya proses hukum dan melemahkan posisi penyidik Kejaksaan.
Menurut pernyataan resmi yang disampaikan oleh perwakilan Kejagung, JS dan MS memberikan uang senilai lebih dari Rp 400 juta kepada JB, yang merupakan bagian dari jaringan media.
“Sementara yang saat ini prosesnya sedang berlangsung di pengadilan dengan biaya sebesar Rp 478.500.000 yang dibayarkan oleh Tersangka MS dan JS kepada TB yang dilakukan dengan cara sebagai berikut. Tersangka MS dan JS mengorder tersangka TB untuk membuat berita-berita negatif dan konten-konten negatif yang menyudutkan Kejaksaan terkait dengan penanganan perkara a quo baik di penyidikan, penuntutan, maupun di persidangan,” tutur dia.
Uang tersebut diduga digunakan sebagai bayaran untuk memunculkan pemberitaan yang bernada negatif terhadap Kejaksaan.
Tujuannya tidak lain untuk menciptakan tekanan publik dan membentuk opini yang menyudutkan lembaga penegak hukum tersebut.
“Dan tersangka TB mempublikasikannya di media sosial, media online, dan Jak TV news, sehingga Kejaksaan dinilai negatif, dan telah merugikan hak-hak tersangka atau terdakwa yang ditangani Tersangka MS dan Tersangka JS selaku penasihat hukum tersangka atau Terdakwa,” imbuhnya.
Selain itu, Junaedi Saibih disebut secara aktif menyusun dan menyebarkan narasi-narasi yang bersifat membela pihak tertentu serta melemahkan kredibilitas hasil temuan penyidik.
Ia bahkan diduga membuat opini yang menyesatkan terkait penghitungan kerugian negara dalam perkara yang tengah ditangani, seolah-olah data yang diungkap Kejagung tidak berdasar atau keliru.
“Kemudian membuat metodologi perhitungan kerugian negara dalam penanganan perkara a quo yang dilakukan Kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan. Kemudian Tersangka TB menuangkannya dalam berita di sejumlah media sosial dan media online,” jelasnya.
Langkah hukum yang diambil Kejaksaan ini menunjukkan bahwa upaya mengganggu proses penyidikan, tidak peduli dilakukan oleh siapa pun, akan ditindak tegas.
Kejagung menekankan bahwa perintangan penyidikan merupakan tindak pidana serius karena dapat mengganggu penegakan hukum dan merusak kepercayaan publik terhadap proses hukum yang berjalan.
Penetapan ketiga tersangka ini menjadi peringatan bahwa strategi untuk memanipulasi opini publik dan mendiskreditkan lembaga hukum tidak bisa ditoleransi.
Proses penyidikan terhadap mereka akan terus berjalan dan Kejaksaan berkomitmen untuk membuka semua fakta demi menegakkan keadilan tanpa pandang bulu.