SwaraWarta.co.id – OpenAI, perusahaan teknologi yang mengembangkan ChatGPT, mengubah cara mereka melatih kecerdasan buatan (AI). Kini, ChatGPT dapat membahas lebih banyak topik, termasuk yang bersifat sensitif atau kontroversial.
Menurut laporan TechCrunch pada Senin, perubahan kebijakan ini dilakukan sebagai bagian dari penyesuaian terhadap pemerintahan baru Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Selain itu, kebijakan ini juga merupakan bagian dari pergeseran besar di Silicon Valley terkait apa yang disebut sebagai “keamanan AI”.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada hari Rabu, OpenAI mengumumkan pembaruan pada Model Spec, sebuah dokumen setebal 187 halaman yang berisi panduan tentang bagaimana AI mereka dilatih dan berperilaku.
Dalam pembaruan ini, OpenAI menekankan bahwa ChatGPT tidak boleh menyebarkan kebohongan, baik dengan memberikan informasi yang salah maupun menghilangkan konteks penting.
Selain itu, ChatGPT juga diminta untuk tetap netral dalam menghadapi topik sensitif, meskipun beberapa orang mungkin menganggap netralitas ini sebagai sesuatu yang salah atau menyinggung.
“Tujuan utama asisten AI adalah membantu manusia, bukan membentuk mereka,” ujar OpenAI dalam pernyataannya.
Meskipun kebijakan ini memungkinkan ChatGPT untuk membahas lebih banyak topik, bukan berarti ia dapat menjawab semua pertanyaan.
Chatbot ini masih akan menolak pertanyaan tertentu atau memberikan jawaban berdasarkan informasi yang umum diterima.
Beberapa pihak melihat perubahan ini sebagai respons terhadap kritik dari kelompok konservatif yang menilai ChatGPT terlalu banyak menyaring informasi.
Namun, juru bicara OpenAI membantah bahwa kebijakan ini dibuat untuk mendukung pemerintahan Trump.
Sebaliknya, OpenAI menegaskan bahwa perubahan ini bertujuan untuk memberikan lebih banyak kebebasan intelektual kepada pengguna, sesuai dengan prinsip yang telah lama mereka anut.