SwaraWarta.co.id – Seperti telah diprediksi selama ini, gempa megathrust merupakan fenomena tektonik yang melibatkan pergerakan besar lempeng di zona subduksi, sering kali memicu gempa bumi berkekuatan tinggi dan tsunami dahsyat.
Salah satu wilayah yang menjadi perhatian adalah Selat Sunda, yang terletak di pertemuan lempeng Indo-Australia dan Eurasia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kawasan ini sudah sangat dikenal sebagai zona megathrust yang memiliki potensi sangat besar untuk menghasilkan gempa dan juga tsunami.
Menurut Nuraini Rahma Hanifa, seorang peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), zona megathrust di Selat Sunda dapat memicu gempa berkekuatan antara magnitudo 8,7 hingga 9,1.
Potensi gempa ini tidak hanya berbahaya, tetapi juga dapat terjadi kapan saja, dengan risiko tsunami yang dapat menyapu wilayah pesisir.
Tsunami yang dipicu gempa megathrust di Selat Sunda diperkirakan dapat mencapai ketinggian 20 meter di wilayah selatan Jawa, 3 hingga 15 meter di Selat Sunda, dan hingga 1,8 meter di Jakarta.
Sejarah mencatat bahwa gempa megathrust di selatan Jawa terjadi secara berkala setiap 400 hingga 600 tahun.
Kejadian terakhir diperkirakan terjadi pada tahun 1699, sehingga zona ini kini berada dalam fase kritis dan berpotensi melepaskan energi besar.
Penelitian paleotsunami menunjukkan bahwa siklus ini adalah bagian dari dinamika geologi yang tidak dapat dihindari.
Masyarakat yang tinggal di kawasan rawan gempa perlu menyadari bahwa bencana ini adalah risiko yang harus dihadapi.
Namun, dengan langkah mitigasi yang tepat, dampak bencana dapat diminimalkan.
Pemahaman yang mendalam tentang risiko serta kesiapsiagaan yang baik menjadi kunci utama dalam menghadapi potensi gempa megathrust.
Langkah-Langkah Mitigasi untuk Mengurangi Dampak
Meskipun tidak mungkin menghentikan terjadinya gempa megathrust, dampaknya dapat diminimalkan melalui berbagai upaya mitigasi, antara lain:
1. Pendekatan Berbasis Struktur
– Pembangunan Infrastruktur Perlindungan
Membangun tanggul tsunami, pemecah ombak, dan menetapkan zona aman sejauh 250 meter dari garis pantai dapat menjadi perlindungan fisik yang efektif.
– Penguatan Bangunan (Retrofitting)
Bangunan di daerah padat penduduk, seperti Jakarta, perlu diperkuat agar mampu menahan guncangan gempa besar, sehingga risiko korban jiwa dapat diminimalkan.
2. Pendekatan Berbasis Ekosistem
– Penanaman Vegetasi Pantai
Menanam mangrove, pandan laut, dan jenis tanaman pantai lainnya dapat membantu meredam kekuatan gelombang tsunami sebelum mencapai daratan.
Pendekatan ini juga mendukung keberlanjutan ekosistem pesisir.
3. Pendekatan Sistem Peringatan Dini
– Peningkatan Teknologi Deteksi
Memasang buoy dan sensor bawah laut yang mampu mendeteksi aktivitas gempa dan tsunami secara real-time adalah langkah penting.
– Distribusi Informasi Cepat
Memastikan peringatan dini tersampaikan dengan cepat kepada masyarakat melalui sirene, aplikasi darurat, atau media komunikasi lainnya dapat menyelamatkan banyak nyawa.
Pentingnya Kesiapsiagaan
Masyarakat perlu memahami bahwa bencana gempa megathrust adalah bagian dari kehidupan di wilayah rawan gempa.
Dengan kesiapan yang baik, dampak bencana dapat diminimalkan.
Edukasi, latihan evakuasi, dan peningkatan kesadaran akan risiko gempa menjadi hal yang sangat penting.
Langkah mitigasi berbasis struktur, ekosistem, dan sistem peringatan dini harus diterapkan secara bersamaan untuk mengurangi dampak bencana.
Melalui kolaborasi antara pemerintah, peneliti, dan masyarakat, risiko bencana gempa megathrust dapat dikelola dengan lebih baik.***