SwaraWarta.co.id – Dari berita internasional, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengungkapkan bahwa kebijakan proteksionis yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat Terpilih, Donald Trump,
memiliki dampak signifikan terhadap hubungan perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat, serta negara-negara Barat lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kebijakan “America First” yang menjadi fokus utama pemerintahan Trump menciptakan tantangan besar bagi daya saing produk Indonesia di pasar global, terutama di Amerika Serikat.
Menurut Bhima, kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan terhadap sejumlah produk impor, termasuk dari Indonesia, menjadi salah satu hambatan utama.
Produk-produk seperti hasil pertanian Indonesia mengalami kesulitan untuk bersaing di pasar AS akibat tingginya tarif yang diterapkan.
Kondisi ini menimbulkan risiko penurunan ekspor Indonesia ke Amerika Serikat, yang selama ini menjadi salah satu mitra dagang utama.
Selain itu, dampak kebijakan tersebut tidak hanya terbatas pada hubungan bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat, tetapi juga memengaruhi hubungan perdagangan Indonesia dengan negara-negara Barat lainnya.
Bhima menjelaskan bahwa Indonesia perlu menghadapi tantangan besar untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS.
Hal ini menjadi momentum bagi Indonesia untuk menyeimbangkan perdagangan internasional dengan memperluas pasar ke negara-negara lain.
Dalam sektor energi, kebijakan Trump yang menarik Amerika Serikat dari Perjanjian Paris (Paris Agreement) juga memberikan dampak negatif bagi Indonesia.
Sebelumnya, Amerika Serikat menawarkan dukungan melalui inisiatif Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk membantu Indonesia dalam transisi menuju energi terbarukan.
Namun, keputusan untuk keluar dari perjanjian tersebut membuat dukungan itu terhambat.
Bhima menilai bahwa langkah ini melemahkan upaya kerjasama internasional dalam mewujudkan transisi energi yang lebih ramah lingkungan.
Indonesia kini dihadapkan pada kebutuhan untuk mencari mitra baru dalam upaya pengembangan energi terbarukan.
Bhima menyebut bahwa penarikan dukungan dari Amerika Serikat ini menjadi tantangan tambahan bagi Indonesia dalam mengakselerasi penggunaan energi yang lebih berkelanjutan.
Namun, di balik tantangan tersebut, Bhima melihat peluang strategis bagi Indonesia untuk memperluas kerjasama dengan negara-negara yang tergabung dalam kelompok BRICS, seperti Brasil, Afrika Selatan, dan Arab Saudi.
Menurutnya, negara-negara ini menawarkan potensi besar dalam sektor energi terbarukan dan hilirisasi mineral.
Bhima menyarankan agar Indonesia memanfaatkan peluang ini untuk memperkuat posisinya di pasar global.
Dengan menjalin hubungan bilateral yang lebih erat dengan negara-negara non-blok dan BRICS, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada pasar Amerika Serikat yang semakin proteksionis.
Langkah ini juga dianggap strategis dalam menghadapi dinamika perdagangan global yang terus berubah.
Secara keseluruhan, kebijakan proteksionis Trump memberikan dampak signifikan bagi berbagai sektor di Indonesia, terutama perdagangan dan energi.
Namun, dengan langkah yang tepat, Indonesia memiliki peluang untuk memperkuat hubungan internasionalnya dan mengembangkan sektor strategis yang lebih berkelanjutan.***