SwaraWarta.co.id – Bagi kalian yang ingin memahami tentang titik pertalian (connecting factors) dalam Hukum Perdata Internasional (HPI), artikel ini akan menjelaskan secara lengkap dengan contoh kasus yang mudah dimengerti.
Soal Lengkap:
Titik pertalian (connecting factors) dalam HPI itu ada dua macam, yakni: titik pertalian primer (titik taut pembeda) dan titik pertalian sekunder (titik taut penentu).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Perhatikan kasus berikut dengan cermat!
Sebuah perusahaan telekomunikasi bernama PT Celusindo didirikan dan berkedudukan di Jakarta, namun mendapatkan kredit dari Malay Bank, Singapura.
Sebagai jaminan kredit, PT Celusindo membebankan hak tanggungan atas tanah hak guna bangunan dan bangunan di atasnya yang berlokasi di Jakarta. Suatu ketika, PT Celusindo mengalami permaslahan hukum dengan Malay bank.
Anda ditunjuk oleh PT Celusindo sebagai kuasa hukumnya.
Jawab dengan jelas pertanyaapertanyaan berikut:
1. Identifikasi mana yang masuk titik taut primer dan titik taut sekunder dalam kasus tersebut beserta penjelasannya.
2. Bagaimana penyelesaian permasalahan hukum antara PT Celusindo dengan Malay Bank tersebut berdasarkan teori titik taut dalam HPI?
Jawaban:
Pengertian Titik Pertalian dalam HPI
Dalam Hukum Perdata Internasional (HPI), titik pertalian adalah konsep yang digunakan untuk menentukan hukum mana yang berlaku dalam suatu kasus dengan unsur asing. Titik pertalian ini terbagi menjadi dua jenis:
- Titik Pertalian Primer (Titik Taut Pembeda)
- Titik ini digunakan untuk mengidentifikasi hukum mana yang akan diterapkan pada suatu kasus.
- Contohnya: tempat didirikannya perusahaan, lokasi objek sengketa, atau tempat tinggal pihak yang terkait.
- Titik Pertalian Sekunder (Titik Taut Penentu)
- Titik ini digunakan untuk memberikan penjelasan tambahan dalam menentukan hukum yang relevan.
- Contohnya: domisili para pihak, tempat kontrak ditandatangani, atau lokasi pelaksanaan kewajiban.
Contoh Kasus
Kasus PT Celusindo dan Malay Bank
Fakta Kasus:
- PT Celusindo adalah perusahaan telekomunikasi yang didirikan dan berkedudukan di Jakarta.
- Perusahaan ini mendapatkan kredit dari Malay Bank yang berbasis di Singapura.
- Sebagai jaminan, PT Celusindo memberikan hak tanggungan atas tanah dan bangunan di Jakarta.
- Terjadi permasalahan hukum antara PT Celusindo dan Malay Bank terkait kredit tersebut.
Sebagai kuasa hukum PT Celusindo, berikut langkah-langkah untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan ini.
1. Identifikasi Titik Pertalian Primer dan Sekunder
Titik Pertalian Primer:
- Lokasi Objek Sengketa: Tanah dan bangunan yang dijadikan jaminan berlokasi di Jakarta. Hal ini menjadi titik taut pembeda yang utama karena objek berada di wilayah hukum Indonesia.
- Tempat Didirikannya Perusahaan: PT Celusindo didirikan dan berkedudukan di Jakarta, sehingga hukum Indonesia berlaku untuk status perusahaan.
Titik Pertalian Sekunder:
- Pemberi Kredit: Malay Bank berbasis di Singapura, yang menunjukkan adanya unsur asing dalam kasus ini.
- Perjanjian Kredit: Jika kontrak kredit ditandatangani di Singapura, ini menjadi informasi tambahan yang memengaruhi pemilihan hukum yang relevan.
2. Penyelesaian Permasalahan Hukum
Untuk menyelesaikan sengketa ini, teori titik pertalian dalam HPI dapat digunakan sebagai panduan:
- Hukum yang Berlaku: Berdasarkan titik pertalian primer, hukum Indonesia lebih relevan karena objek sengketa berada di Indonesia, dan PT Celusindo berkedudukan di Indonesia.
- Pengadilan yang Berwenang: Pengadilan Indonesia memiliki yurisdiksi karena tanah dan bangunan yang dijadikan jaminan berada di Jakarta.
- Unsur Asing: Kehadiran Malay Bank sebagai pihak asing memerlukan pertimbangan hukum internasional. Namun, karena objek berada di Indonesia, hukum Indonesia tetap menjadi acuan utama.
- Kesepakatan Kontrak: Jika kontrak mencantumkan klausul pilihan hukum (choice of law), maka hukum yang disepakati dalam kontrak juga harus diperhatikan.
Langkah-Langkah Penyelesaian
- Meninjau Kontrak Kredit: Periksa apakah terdapat klausul pilihan hukum atau yurisdiksi dalam perjanjian kredit.
- Melakukan Negosiasi: Upayakan penyelesaian melalui jalur negosiasi untuk menghindari proses litigasi yang panjang dan mahal.
- Mengajukan Gugatan: Jika negosiasi gagal, ajukan gugatan di pengadilan Indonesia dengan dasar bahwa objek sengketa berada di wilayah hukum Indonesia.
- Melibatkan Ahli Hukum Internasional: Jika diperlukan, libatkan ahli untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum internasional yang relevan.
Kesimpulan
Dalam kasus PT Celusindo dan Malay Bank, titik pertalian primer seperti lokasi objek sengketa dan tempat perusahaan didirikan menunjukkan bahwa hukum Indonesia adalah hukum yang relevan. Titik pertalian sekunder seperti domisili Malay Bank memberikan konteks tambahan, namun tidak mengubah yurisdiksi utama.
Penyelesaian sengketa harus mengutamakan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku, dengan tetap memperhatikan unsur-unsur asing dalam kasus tersebut.