SwaraWarta.co.id – Dari berita mancanegara, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, menegaskan dukungannya terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah Suriah dalam sebuah pertemuan penting dengan perwakilan Turki dan Iran, Sabtu (7/12).
Pertemuan ini berlangsung hanya beberapa jam sebelum jatuhnya rezim Baath di Suriah, menyusul pengambilalihan Damaskus oleh pasukan anti-rezim.
Dalam pernyataan resmi yang dirilis oleh Kementerian Luar Negeri Rusia, Lavrov menekankan pentingnya menjaga integritas teritorial Suriah serta menghentikan semua bentuk permusuhan di negara tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lavrov juga menggarisbawahi komitmen Rusia, Turki, dan Iran untuk melaksanakan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2254 secara penuh.
Resolusi ini mengatur dialog antara pemerintah Suriah dengan pihak oposisi sebagai langkah untuk mencapai solusi damai.
Lavrov mengkritik kelompok oposisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS) atas tindakan mereka yang dianggap melanggar perjanjian internasional, khususnya Resolusi 2254.
Pada Forum Doha ke-22 di Qatar, ia menyampaikan bahwa perebutan wilayah oleh HTS merupakan pelanggaran serius terhadap kesepakatan sebelumnya, terutama dalam konteks perjanjian yang dibuat melalui Format Astana pada 2018 dan 2020.
Menurutnya, perjanjian tersebut bertujuan untuk mencegah dominasi HTS di Idlib, tetapi hingga kini implementasinya belum sepenuhnya terealisasi.
Lavrov juga mengkritik keras keterlibatan Amerika Serikat dalam dinamika konflik Suriah, menuduh Washington mendukung kelompok seperti HTS untuk mencapai tujuan geopolitik tertentu.
Ia menyebut penggunaan teroris untuk kepentingan geopolitik sebagai tindakan yang tidak dapat diterima.
Lavrov mengaitkan hal ini dengan serangan yang dilakukan dari wilayah de-eskalasi Idlib, yang menurutnya mendapat dukungan langsung atau tidak langsung dari AS.
Sementara itu, dinamika politik di Suriah mencapai puncaknya pada Minggu dini hari, ketika ibu kota Damaskus jatuh ke tangan pasukan anti-rezim.
Peristiwa ini mengakhiri 61 tahun kekuasaan Partai Baath di Suriah. Posisi Bashar al-Assad, pemimpin Suriah yang digulingkan, saat ini tidak diketahui keberadaannya.
Dalam konteks ini, Lavrov mengingatkan bahwa pihak internasional harus bertanggung jawab untuk memastikan stabilitas regional.
Ia juga menyoroti pentingnya mematuhi perjanjian internasional yang ada demi menciptakan perdamaian yang berkelanjutan di Timur Tengah.
Pernyataan Lavrov mencerminkan posisi Rusia sebagai salah satu pemain utama dalam krisis Suriah, yang berupaya mendorong dialog antara pemerintah dan oposisi.
Di sisi lain, peran kekuatan regional dan internasional seperti Iran, Turki, dan AS tetap menjadi faktor krusial dalam menentukan arah masa depan Suriah pasca jatuhnya rezim Baath.
Dengan situasi yang terus berkembang, fokus kini beralih pada bagaimana kekuatan-kekuatan besar akan merespons perubahan signifikan ini, baik dalam hal stabilisasi Suriah maupun implikasi lebih luas bagi kawasan Timur Tengah.***