SwaraWarta.co.id – Diberitakan bahwa Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan pandangannya terkait pemberian pengampunan kepada pelaku korupsi jika mereka bersedia mengembalikan hasil tindak kejahatan tersebut kepada negara.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa kebijakan ini tidak dimaksudkan untuk membebaskan pelaku dari tanggung jawab hukum,
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
melainkan sebagai langkah strategis dalam pemulihan aset negara atau asset recovery.
Menurut Supratman, pengampunan tersebut dapat diberikan melalui mekanisme grasi, amnesti, atau abolisi.
Ia menjelaskan bahwa pemberian pengampunan ini merupakan kewenangan Presiden sebagai kepala negara.
Grasi, misalnya, dapat digunakan untuk mengurangi masa hukuman, sedangkan amnesti mengacu pada pengampunan terhadap kesalahan hukum tertentu.
Sementara itu, abolisi dapat menghentikan proses penuntutan atau penyelesaian perkara hukum.
Ia menambahkan bahwa konsep pengampunan ini telah lama dikenal dalam sejarah hukum, bermula dari Perancis, dan kemudian diadopsi oleh berbagai negara sebagai bagian dari kewenangan kepala negara.
Supratman menegaskan bahwa kebijakan ini bukan berarti pelaku korupsi bebas dari hukuman.
Sebaliknya, langkah ini bertujuan untuk memulihkan kerugian negara secara cepat dan efisien.
Ia juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan kebijakan tersebut agar tidak disalahartikan sebagai toleransi terhadap korupsi.
Sebelumnya, dalam pidatonya di hadapan mahasiswa Indonesia di Kairo, Mesir, Presiden Prabowo menyampaikan ajakan kepada para koruptor untuk bertobat dengan mengembalikan hasil korupsi mereka.
Presiden menekankan bahwa langkah ini adalah kesempatan bagi mereka untuk memperbaiki kesalahan, meskipun ia tidak menyebutkan batas waktu spesifik untuk pelaksanaan kebijakan tersebut.
Dalam pidatonya yang berlangsung di Gedung Al-Azhar Conference Center, Universitas Al-Azhar, Kairo, pada Rabu (18/12/2024), Presiden menyatakan, “Bagi mereka yang merasa pernah mencuri dari rakyat, saya memberi kesempatan untuk bertobat. Jika kalian mengembalikan apa yang kalian curi, mungkin kita bisa memaafkan. Namun, pengembalian itu harus dilakukan.”
Presiden juga menegaskan bahwa pemerintah akan memberikan mekanisme yang jelas untuk proses pengembalian aset hasil korupsi.
Langkah ini, menurutnya, adalah bagian dari komitmen pemerintah untuk memperbaiki tata kelola negara dan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan.
Kebijakan ini menuai beragam tanggapan dari berbagai pihak. Sebagian pihak mendukungnya sebagai upaya inovatif untuk memulihkan aset negara, sementara yang lain mengkritiknya sebagai bentuk kompromi terhadap pemberantasan korupsi.
Meski demikian, pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini tetap berlandaskan pada hukum yang berlaku dan tidak bertentangan dengan prinsip keadilan.
Dengan adanya kebijakan ini, pemerintah berharap dapat mengembalikan kerugian negara secara signifikan sekaligus memberikan pesan kuat kepada masyarakat bahwa tidak ada toleransi terhadap korupsi.
Di sisi lain, pelaku korupsi diharapkan menyadari kesalahan mereka dan bersedia bertanggung jawab untuk memperbaiki dampak buruk yang telah mereka timbulkan.***