SwaraWarta.co.id – Diberitakan bahwa Kehadiran tentara Korea Utara di medan perang Rusia menarik perhatian dunia.
Sebelumnya, dilaporkan bahwa Korea Utara telah mengirim sekitar 11.000 tentaranya untuk membantu Rusia merebut kembali wilayah Kursk yang saat ini dikuasai oleh pasukan Ukraina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Langkah ini menjadi sorotan internasional, terutama setelah Amerika Serikat (AS) dan Ukraina menyatakan bahwa tentara Korea Utara telah aktif bertempur di Kursk.
Laporan awal menyebutkan bahwa jumlah korban jiwa di pihak Korea Utara cukup signifikan.
Diperkirakan lebih dari 100 tentara tewas, sementara banyak lainnya mengalami luka-luka.
Meski begitu, angka ini belum pernah diverifikasi secara independen. Tentara Korea Utara juga disebut minim pengalaman dalam menghadapi medan perang modern, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas mereka di garis depan.
Namun, menurut sejumlah pembelot dan ahli militer, pasukan Korea Utara yang dikirim ke Rusia tidak boleh dianggap remeh.
Berdasarkan informasi intelijen Korea Selatan, mayoritas tentara yang terlibat berasal dari unit pasukan khusus bernama “Korps Badai.”
Unit ini dikenal memiliki moral yang tinggi meski dianggap kurang memahami strategi peperangan kontemporer.
Lee Hyun-seung, seorang pembelot Korea Utara yang pernah berlatih dengan pasukan khusus tersebut, memberikan wawasan menarik.
Ia menjelaskan bahwa hanya pria dengan postur tubuh tinggi dan fisik atletis yang dipilih untuk bergabung dengan Korps Badai.
Latihan mereka sangat intensif, mencakup kemampuan bela diri, teknik melempar pisau, hingga cara memanfaatkan alat makan dan peralatan dapur sebagai senjata.
Menurut Lee, pelatihan awal bagi pasukan khusus Korea Utara sangat keras, bahkan lebih berat dibandingkan pelatihan militer reguler.
Ia menambahkan bahwa tentara dari unit ini dilatih untuk bertahan hidup dalam kondisi ekstrem, menjadikan mereka prajurit yang tangguh secara fisik dan mental.
Hal serupa diungkapkan oleh Ryu Seonghun, seorang pembelot lain yang pernah bertugas sebagai pengemudi di angkatan udara Korea Utara selama tujuh tahun.
Menurutnya, kehidupan militer di Korea Utara, termasuk bagi pasukan khusus, semakin sulit dalam beberapa tahun terakhir.
Kekurangan makanan menjadi salah satu tantangan utama, dengan nasi yang mulai jarang tersedia dalam menu harian mereka.
Meski menghadapi keterbatasan logistik dan pengalaman di medan perang modern, tentara Korea Utara memiliki semangat juang yang tinggi.
Mereka dilatih untuk beradaptasi dalam situasi apa pun dan bertahan di bawah tekanan.
Hal ini membuat mereka tetap menjadi ancaman yang perlu diperhitungkan di medan perang.
Dengan kondisi ini, para pengamat memperingatkan agar keberadaan pasukan Korea Utara di Rusia tidak dianggap enteng.
Meskipun mereka mungkin kurang memahami taktik perang kontemporer, ketangguhan fisik dan mental mereka, ditambah dengan loyalitas yang kuat, bisa menjadi faktor penentu di medan perang.***