SwaraWarta.co.id – Penerimaan pajak merupakan salah satu indikator penting yang mencerminkan stabilitas ekonomi suatu negara. Dalam tiga tahun terakhir (2021, 2022, dan 2023), Menteri Keuangan Indonesia mencatat bahwa penerimaan pajak berhasil melampaui target 100%. Namun, hal ini tidak selalu terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Apa yang menyebabkan penerimaan pajak sebelum 2021 tidak mencapai target, dan bagaimana dampaknya terhadap perekonomian Indonesia? Artikel ini akan membahas secara mendalam kedua hal tersebut.
PERTANYAAN:
Menteri Keuangan menyatakan 3 tahun terakhir (2021, 2022, dan 2023) menjadi tahun penerimaan pajak di atas 100%. Analisislah mengapa sebelum 2021 penerimaan pajak tidak mencapai 100% dan jelaskan bagaimana dampak penerimaan pajak yang tidak sesuai target memengaruhi perekonomian suatu negara!
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
JAWABAN:
Mengapa Penerimaan Pajak Sebelum 2021 Tidak Mencapai Target?
Sebelum 2021, Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang memengaruhi pencapaian target penerimaan pajak. Berikut beberapa alasan utama:
1. Dampak Pandemi COVID-19 (2020)
Pada 2020, pandemi COVID-19 menghantam ekonomi global, termasuk Indonesia. Aktivitas ekonomi melambat signifikan akibat pembatasan sosial, penutupan bisnis, dan penurunan daya beli masyarakat. Akibatnya:
- Basis pajak menurun drastis karena banyak usaha yang gulung tikar.
- Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) turun signifikan.
2. Kepatuhan Pajak yang Rendah
Sebelum adanya reformasi pajak yang intensif, kepatuhan wajib pajak masih menjadi tantangan besar. Banyak pelaku usaha, terutama UMKM, belum sepenuhnya terdaftar sebagai wajib pajak, sehingga potensi pajak tidak tergali maksimal.
3. Kebijakan Insentif Pajak
Pemerintah memberikan berbagai insentif pajak untuk mendorong pemulihan ekonomi, seperti:
- Penghapusan denda keterlambatan pajak.
- Diskon pajak untuk sektor-sektor terdampak pandemi.
Meskipun bermanfaat, kebijakan ini mengurangi jumlah penerimaan pajak.
4. Struktur Ekonomi yang Belum Optimal
Struktur ekonomi Indonesia yang didominasi oleh sektor informal juga menjadi kendala. Sektor ini sulit dijangkau oleh sistem perpajakan konvensional, sehingga banyak potensi pajak yang hilang.
Dampak Penerimaan Pajak yang Tidak Sesuai Target
Ketika penerimaan pajak tidak mencapai target, dampaknya dapat dirasakan dalam berbagai aspek perekonomian:
1. Anggaran Pemerintah Terbatas
Penerimaan pajak yang tidak maksimal menyebabkan keterbatasan anggaran untuk membiayai berbagai program pemerintah, seperti:
- Infrastruktur publik.
- Subsidi untuk masyarakat miskin.
- Program pemulihan ekonomi pascapandemi.
2. Ketergantungan pada Utang
Untuk menutupi defisit anggaran, pemerintah sering kali harus mengandalkan utang, baik domestik maupun internasional. Ketergantungan pada utang ini dapat:
- Menambah beban pembayaran bunga di masa depan.
- Mengurangi ruang fiskal untuk pengeluaran produktif.
3. Perlambatan Pemulihan Ekonomi
Minimnya dana pemerintah untuk investasi produktif dapat memperlambat pemulihan ekonomi, khususnya di sektor-sektor yang membutuhkan stimulus.
4. Menurunnya Kepercayaan Investor
Ketika penerimaan pajak tidak konsisten, kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi suatu negara juga bisa terganggu, sehingga investasi asing menjadi kurang optimal.
Mengapa Penerimaan Pajak Meningkat Setelah 2021?
Sejak 2021, Indonesia berhasil mencatatkan penerimaan pajak di atas target. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap pencapaian ini adalah:
1. Pemulihan Ekonomi Pasca-Pandemi
Aktivitas ekonomi mulai kembali normal, didukung oleh kebijakan stimulus pemerintah dan vaksinasi massal. Hal ini meningkatkan basis pajak.
2. Reformasi Sistem Pajak
Pemerintah meluncurkan program reformasi perpajakan yang mencakup:
- Peningkatan digitalisasi sistem pajak melalui aplikasi DJP Online.
- Sosialisasi yang masif untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
- Pengesahan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang menyempurnakan aturan perpajakan.
3. Kenaikan Harga Komoditas
Harga komoditas seperti batu bara dan minyak sawit (CPO) melonjak, meningkatkan penerimaan pajak dari sektor tersebut.
Kesimpulan
Kegagalan penerimaan pajak sebelum 2021 disebabkan oleh dampak pandemi, rendahnya kepatuhan wajib pajak, dan struktur ekonomi yang belum optimal. Hal ini memengaruhi kemampuan pemerintah dalam menjalankan program pembangunan, memperbesar ketergantungan pada utang, dan memperlambat pemulihan ekonomi.
Namun, reformasi sistem perpajakan, pemulihan ekonomi, dan kenaikan harga komoditas telah membantu Indonesia mencapai target penerimaan pajak sejak 2021. Keberlanjutan reformasi perpajakan dan optimalisasi sektor informal akan menjadi kunci untuk menjaga stabilitas penerimaan pajak di masa depan.