SwaraWarta.co.id – Sidang kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan timah yang melibatkan pengusaha Harvey Moeis kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Jumat, 6 Desember 2024.
Dalam persidangan tersebut, Harvey menyampaikan penyesalannya karena telah merekomendasikan Helena Lim, seorang crazy rich sekaligus bos PT Quantum Skyline Exchange (QSE), untuk terlibat dalam transaksi yang kini menjadi salah satu pokok perkara.
Harvey menjelaskan bahwa sekitar dua hingga tiga bulan setelah mencapai kesepakatan dengan pihak smelter, ia menerima permintaan dari Tamron—beneficial owner CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tamron meminta bantuan untuk menemukan money changer di Jakarta yang dapat memfasilitasi transaksi dana CSR.
Dalam kesaksiannya, Harvey menyebutkan bahwa Tamron sedang berada di Bangka saat itu, sehingga sulit mencari money changer yang sesuai di lokasi tersebut.
Namun, rekomendasi ini berujung pada konsekuensi serius. Helena Lim, yang sebelumnya dikenal sebagai pebisnis sukses dan crazy rich, kini turut menjadi terdakwa dalam kasus yang sama.
Harvey mengaku merasa bersalah karena tindakannya secara tidak langsung membuat Helena terseret ke dalam masalah hukum.
Jaksa dalam persidangan kemudian mempertanyakan alasan penggunaan money changer dalam mekanisme transaksi CSR yang diatur antara smelter swasta dan PT Timah.
Harvey menyebut bahwa keputusan ini diambil berdasarkan kesepakatan awal, dengan alasan transaksi dilakukan menggunakan mata uang dolar.
Dalam dakwaan yang dibacakan sebelumnya pada Rabu, 14 Agustus, Harvey Moeis disebut bertindak mewakili PT Refined Bangka Tin dalam kerja sama dengan PT Timah, yang merupakan perusahaan milik negara (BUMN).
Jaksa menyatakan bahwa kerja sama tersebut hanyalah kedok untuk memfasilitasi pengelolaan timah hasil tambang ilegal di wilayah PT Timah.
Selain itu, jaksa juga membeberkan bahwa kesepakatan sewa peralatan pemrosesan timah antara PT Timah dan lima smelter swasta dilakukan dengan harga yang jauh melampaui harga pokok produksi (HPP) smelter PT Timah.
Harvey dituding meminta pihak smelter menyisihkan sebagian keuntungan yang mereka peroleh untuk disalurkan sebagai dana CSR.
Namun, dana tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi pihak-pihak tertentu, termasuk Harvey sendiri dan Helena Lim.
Dalam persidangan, terungkap bahwa kerugian negara akibat praktik ini mencapai Rp 420 miliar.
Jaksa menuduh Harvey Moeis telah memperkaya dirinya sendiri dan Helena melalui aliran dana yang dimanipulasi.
Selain dijerat pasal korupsi, Harvey juga menghadapi dakwaan tindak pidana pencucian uang (TPPU), sementara Helena dituduh menjadi pihak yang menampung dana hasil korupsi tersebut.
Dalam tuntutannya, jaksa meminta agar Helena dijatuhi hukuman delapan tahun penjara.
Saat dimintai tanggapan terkait kesaksian Tamron yang menyebut bahwa Harvey-lah yang menginisiasi penggunaan money changer milik Helena, Harvey tidak menyangkal.
Ia bahkan menegaskan bahwa dirinya bertanggung jawab atas rekomendasi tersebut.
Persidangan kasus ini masih akan berlanjut untuk mendalami peran masing-masing terdakwa serta bukti-bukti yang telah diajukan.
Sementara itu, publik terus mengikuti perkembangan kasus yang melibatkan figur-figur terkenal, termasuk Harvey Moeis yang juga dikenal sebagai suami dari artis Sandra Dewi.***