SwaraWarta.co.id – Disebutkan bahwa pada Jumat (6/12/2024), Miftah Maulana Habiburrahman, yang lebih dikenal sebagai Gus Miftah, mengumumkan pengunduran dirinya dari posisi Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.
Pengunduran diri ini, menurut Gus Miftah, merupakan keputusan pribadi yang diambil dengan penuh pertimbangan dan tidak dipengaruhi oleh pihak mana pun.
Gus Miftah berkata bahwa dirinya, dengan kerendahan hati dan kesadaran penuh, memutuskan mengundurkan diri dari tugas yang dipikulnya sebagai Utusan Khusus Presiden di bidang kerukunan beragama dan pembinaan sarana keagamaan
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dia menegaskan bahwa keputusan tersebut tidak didasari tekanan atau permintaan dari pihak luar, melainkan semata-mata atas inisiatif dirinya sendiri.
Ia juga menyatakan bahwa langkah ini diambil sebagai bentuk rasa hormat dan tanggung jawabnya kepada Presiden Prabowo Subianto serta masyarakat luas.
Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 137 Tahun 2024 tentang Penasihat Khusus Presiden, Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden, dan Staf Khusus Wakil Presiden, individu yang berhenti dari jabatan ini tidak akan menerima uang pensiun.
Pasal 8 dari peraturan tersebut menyebutkan bahwa Penasihat Khusus Presiden apabila berhenti atau telah berakhir masa baktinya tidak akan diberikan pensiun dan/atau pesangon.
Meski begitu, selama menjabat, Utusan Khusus Presiden berhak atas gaji dan fasilitas setara dengan menteri, sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 peraturan yang sama.
Pengunduran diri Gus Miftah tidak terlepas dari kontroversi yang melingkupinya.
Sebelumnya, ia menjadi sorotan publik setelah sebuah video viral menunjukkan dirinya dianggap menghina pedagang es teh.
Insiden tersebut memicu gelombang kritik di media sosial, dengan banyak warganet yang mengecam keberadaannya dalam jabatan publik.
Salah satu kritik tajam datang dari Kalis Mardiasih, seorang aktivis perempuan dan penulis.
Di akun Instagram-nya, ia menyoroti tindakan Gus Miftah yang dinilai tidak pantas untuk menduduki posisi strategis terkait isu toleransi.
Dalam tulisannya di Insragram aktivis itu menulis, ketidakpantasan seorang manusia yang merendahkan martabat manusia lainnya sementara dirinya diberita tugas dan kekuasaan untuk mengurusi masalah toleransi.
Aktivis itu juga menyinggung soal Gus yang digaji dengan APBN tapi ucapannya seperti itu.
Publik juga mempertanyakan penggunaan dana APBN untuk menggaji seseorang yang dinilai tidak merepresentasikan nilai-nilai toleransi.
Gelombang kritik tersebut menambah tekanan terhadap Gus Miftah, meskipun ia menegaskan bahwa keputusan mundur ini murni keinginannya sendiri.
Keputusan Gus Miftah untuk mundur dari jabatan Utusan Khusus Presiden mencerminkan sensitivitas terhadap kritik publik dan tanggung jawabnya sebagai seorang tokoh agama.
Langkah ini diambil di tengah sorotan yang semakin intens terhadap pejabat publik dalam memenuhi ekspektasi masyarakat.
Meski demikian, pengunduran dirinya tetap menyisakan perdebatan tentang standar moral dan etika pejabat negara dalam menjalankan tugas mereka.***