Gus Miftah Kembali ke Identitas Awal: Simbol Blangkon dalam Dakwah

- Redaksi

Sunday, 8 December 2024 - 19:30 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

SwaraWarta.co.idGus Miftah atau Miftah Maulana, secara resmi mengumumkan pengunduran dirinya dari posisi sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama pada Jumat, 6 Desember 2024.

Acara yang berlangsung di Sleman, Yogyakarta, tersebut menjadi momen penting di mana ia memperkenalkan blangkon sebagai simbol kembalinya ia ke akar identitasnya sebagai pendakwah.

Dalam pidatonya, Gus Miftah menjelaskan bahwa blangkon mencerminkan perjalanan baru dalam perannya sebagai pendakwah, sekaligus menandai pergeseran dari peran formalnya sebagai pejabat negara.

ADVERTISEMENT

ads.

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ia menyatakan bahwa langkah ini merupakan upaya untuk kembali ke masyarakat dan pesantren, tempat ia memulai perjalanan dakwahnya.

Menurut Gus Miftah, penggunaan blangkon memiliki makna yang mendalam. Ia menegaskan bahwa blangkon adalah bagian dari identitas budaya Jawa yang ingin ia bawa dalam pendekatannya kepada masyarakat.

Baca Juga :  Viral! Penjual Es Teh yang Dihina Gus Miftah Akan Diberangkatkan Umroh Gratis

Sebelumnya, saat masih menjabat sebagai Utusan Khusus Presiden, ia lebih sering memakai peci, sebuah aksesori yang ia sebut sebagai simbol kesayangan Presiden Prabowo.

Namun, kini ia memilih untuk menggunakan blangkon sebagai penegasan bahwa dirinya kembali berfokus pada peran sebagai pendakwah, bukan pejabat.

Keputusan Gus Miftah untuk kembali menggunakan blangkon juga berhubungan dengan keinginannya untuk tetap lantang dalam menyampaikan pesan dakwah, meskipun ia bertekad untuk lebih berhati-hati agar tidak menimbulkan salah tafsir di kalangan masyarakat.

Ia merasa bahwa blangkon adalah simbol budaya yang menghubungkannya dengan nilai-nilai tradisional, sekaligus menjadi pengingat akan pentingnya kembali ke akar perjuangannya sebagai seorang pendakwah.

Blangkon sendiri merupakan bagian dari kekayaan budaya Jawa yang memiliki sejarah panjang.

Aksesori kepala ini tidak hanya menjadi bagian dari pakaian tradisional, tetapi juga mencerminkan filosofi dan identitas masyarakat Jawa.

Baca Juga :  Aep Saksi atas kasus Vina Cirebon, Ditantang Pegi Setiawan Karena Kesaksian Palsu?

Di daerah seperti Yogyakarta dan Solo, blangkon sering digunakan dalam berbagai kesempatan, baik formal maupun informal.

Sejarah blangkon mencatat bahwa aksesori ini awalnya berkembang dari lilitan kain sederhana yang dikenakan oleh pria Jawa pada zaman dahulu.

Seiring waktu, blangkon mengalami transformasi hingga menjadi bentuk siap pakai yang kita kenal sekarang.

Lebih dari sekadar penutup kepala, blangkon mengandung nilai simbolik yang kuat sebagai representasi dari kearifan lokal dan warisan budaya yang terus dilestarikan.

Bagi Gus Miftah, penggunaan blangkon bukan hanya sekadar perubahan gaya, tetapi juga sebagai simbol transisi dari peran yang lebih politis kembali ke identitas awalnya sebagai seorang pendakwah.

Melalui langkah ini, ia ingin menyampaikan pesan bahwa dirinya tetap konsisten dalam menyebarkan nilai-nilai keagamaan, namun dengan pendekatan yang lebih dekat kepada masyarakat dan budaya lokal.

Baca Juga :  Ritual Unik Membaca Simbol dari Cupu Kyai Panjala: Warisan Budaya di Gunungkidul yang Sarat Makna

Keputusan Gus Miftah untuk kembali mengenakan blangkon menunjukkan bagaimana nilai budaya dapat menjadi elemen penting dalam membangun hubungan dengan masyarakat.

Blangkon, yang lekat dengan identitas Jawa, tidak hanya merepresentasikan tradisi, tetapi juga menjadi sarana untuk menyampaikan pesan moral dan spiritual dengan cara yang relevan dan bermakna.

Dengan langkah ini, Gus Miftah berharap dapat melanjutkan perannya sebagai pendakwah yang memberikan inspirasi bagi masyarakat, sekaligus melestarikan nilai-nilai budaya yang telah diwariskan oleh generasi sebelumnya.

Blangkon, sebagai simbol perjalanan baru ini, menjadi pengingat bahwa dakwah bukan hanya tentang kata-kata, tetapi juga tentang bagaimana nilai-nilai budaya dan agama dapat berjalan beriringan untuk menciptakan harmoni dalam masyarakat.***

Berita Terkait

Aset Helena Lim Dikembalikan, MAKI Komentar Begini
Hakim Sebut Hukuman 12 Tahun Terlalu Berat untuk Harvey Moeis, Kejagung Bilang Begini
Menko Polhukam Ingatkan Hal Ini saat Tahun Baru
Perayaan Tahun Baru di Bundaran HI jadi Berkah Tersendiri bagi Penjual
Imbas Petasan, Rumah di Jakut Dilahap si Jago Merah
Presiden Prabowo Subianto Ditemani Titiek hingga Didit Tinjau Perayaan Tahun Baru di Bundaran HI
Perusakan Logo Taman Galunggung, DLH Kota Malang Minta Pelaku Segera Ditangkap
OJK Terapkan Batas Bunga Harian Baru untuk Pinjaman Online Mulai 1 Januari 2025

Berita Terkait

Wednesday, 1 January 2025 - 09:06 WIB

Aset Helena Lim Dikembalikan, MAKI Komentar Begini

Wednesday, 1 January 2025 - 08:57 WIB

Hakim Sebut Hukuman 12 Tahun Terlalu Berat untuk Harvey Moeis, Kejagung Bilang Begini

Wednesday, 1 January 2025 - 08:52 WIB

Menko Polhukam Ingatkan Hal Ini saat Tahun Baru

Wednesday, 1 January 2025 - 08:47 WIB

Perayaan Tahun Baru di Bundaran HI jadi Berkah Tersendiri bagi Penjual

Wednesday, 1 January 2025 - 08:41 WIB

Imbas Petasan, Rumah di Jakut Dilahap si Jago Merah

Berita Terbaru

Berita

Aset Helena Lim Dikembalikan, MAKI Komentar Begini

Wednesday, 1 Jan 2025 - 09:06 WIB

Berita

Menko Polhukam Ingatkan Hal Ini saat Tahun Baru

Wednesday, 1 Jan 2025 - 08:52 WIB

Berita

Imbas Petasan, Rumah di Jakut Dilahap si Jago Merah

Wednesday, 1 Jan 2025 - 08:41 WIB