SwaraWarta.co.id – Pada Minggu (29/12), pesawat Jeju Air jatuh saat mendarat di Bandara Muan, Korea Selatan, menewaskan 179 dari 181 orang di dalam pesawat. Hanya dua orang yang selamat, keduanya adalah pramugari.
Pihak berwenang menduga kecelakaan ini disebabkan oleh bird strike (tabrakan dengan burung), yang diperparah oleh cuaca buruk. Namun, penyelidikan lebih lanjut masih dilakukan untuk memastikan penyebab kecelakaan melalui kotak hitam pesawat.
Apa itu Bird Strike?
Bird strike terjadi ketika pesawat menabrak burung saat lepas landas, mendarat, atau terbang. Tabrakan ini bisa merusak pesawat, seperti struktur tubuh, mesin, atau sistem vital lainnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Jika burung terhisap ke dalam mesin pesawat, bisa menyebabkan kerusakan serius dan membuat mesin mati. Meskipun terlihat sepele, tabrakan dengan burung, terutama jika terjadi dengan sekawanan burung, dapat sangat berbahaya bagi pesawat.
Menurut Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), bird strike dapat menyebabkan mesin pesawat kehilangan daya jika burung masuk ke saluran udara pesawat.
Kasus seperti ini telah menyebabkan kecelakaan fatal di berbagai belahan dunia. Bird strike dapat terjadi setiap hari, dengan frekuensi yang lebih tinggi saat musim migrasi burung.
Statistik Bird Strike di Dunia
Dewan Keselamatan Transportasi Australia mencatat 16.626 insiden bird strike antara 2008 hingga 2017. Di Amerika Serikat, ada 17.200 insiden pada tahun 2022.
ICAO mencatat, 90 persen bird strike terjadi dekat bandara, umumnya saat pesawat lepas landas, mendarat, atau terbang di ketinggian rendah di mana banyak burung berada.
Dampak Bird Strike pada Pesawat Kecil
Pada pesawat kecil, terutama yang bermesin tunggal, bird strike bisa sangat berbahaya. Sejak 1988, tercatat 262 kematian akibat insiden ini dan 250 pesawat hancur.
Badan Keselamatan Penerbangan Uni Eropa (EASA) menjelaskan bahwa bird strike adalah masalah besar yang merugikan maskapai penerbangan secara finansial dan berpotensi membahayakan penerbangan umum.
EASA juga menyebutkan bahwa burung yang hidup di dekat bandara sering terbiasa dengan lalu lintas udara, tetapi burung yang sedang bermigrasi atau beristirahat bisa bereaksi tak terduga terhadap pesawat yang lewat, terutama pada penerbangan rendah atau pendaratan di luar bandara.