SwaraWarta.co.id – Era Demokrasi Liberal di Indonesia berlangsung dari tahun 1950 hingga 1959. Pada periode ini, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer dengan Presiden Soekarno sebagai kepala negara.
Namun, perjalanan pemerintahan pada masa Demokrasi Liberal menghadapi banyak tantangan dan sering kali dianggap tidak stabil karena beberapa faktor penting.
Berikut adalah alasan utama mengapa pemerintahan pada masa Demokrasi Liberal mengalami ketidakstabilan:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
1. Sistem Multipartai
Salah satu ciri utama dari masa Demokrasi Liberal adalah penggunaan sistem multipartai, yang memberikan ruang bagi banyak partai politik untuk ikut serta dalam pemerintahan.
Sistem ini sebenarnya dimaksudkan untuk menciptakan keragaman dan memungkinkan berbagai aspirasi rakyat terwakili.
Namun, praktiknya sering kali menimbulkan persaingan tidak sehat. Banyaknya partai yang bersaing memperebutkan kekuasaan menciptakan situasi politik yang terfragmentasi, sehingga sulit untuk mencapai kesepakatan bersama dalam pengambilan keputusan.
2. Dominasi Parlemen
Pada masa Demokrasi Liberal, parlemen memiliki peran yang sangat dominan dalam politik nasional.
Parlemen memiliki wewenang untuk menjatuhkan kabinet yang berkuasa melalui mosi tidak percaya.
Akibatnya, kabinet sering kali berumur pendek dan pemerintahan menjadi tidak stabil. Kebijakan yang diusulkan oleh kabinet sering kali ditentang oleh parlemen, sehingga sulit bagi pemerintah untuk menjalankan program-programnya secara konsisten.
3. Perdebatan dalam Konstituante
Selain faktor internal di dalam parlemen, perdebatan dalam lembaga Konstituante juga menjadi penyebab ketidakstabilan.
Konstituante adalah lembaga yang bertugas merumuskan konstitusi baru bagi Indonesia, namun perdebatan panjang sering kali terjadi di antara anggotanya, yang mewakili berbagai golongan dan pandangan politik.
Perdebatan yang berkepanjangan ini kerap berujung pada konflik, dan Konstituante tidak kunjung berhasil mencapai kesepakatan tentang konstitusi baru yang akan menggantikan UUD Sementara 1950.
4. Konflik Antargolongan
Selain persaingan antarpartai, ketegangan dan konflik antargolongan juga menjadi faktor penyebab ketidakstabilan pada masa Demokrasi Liberal.
Indonesia pada masa itu masih dalam tahap awal pembangunan, dan berbagai golongan masyarakat memiliki pandangan yang berbeda tentang arah pembangunan negara.
Konflik ini memicu ketegangan sosial yang berpengaruh pada kondisi politik secara keseluruhan, sehingga menghambat stabilitas pemerintahan.
Pandangan Presiden Soekarno terhadap Demokrasi Liberal
Presiden Soekarno merasa bahwa sistem Demokrasi Liberal kurang cocok bagi Indonesia karena sistem ini cenderung menimbulkan kondisi politik yang tidak stabil. Menurut pandangannya, ketidakstabilan ini didorong oleh dominasi parlemen dan tingginya kepentingan masing-masing partai, yang sering kali bertentangan dan sulit disatukan.
Akibatnya, pemerintah kesulitan untuk mewujudkan kebijakan yang konsisten dan berkelanjutan.
Akhir dari Demokrasi Liberal
Setelah bertahun-tahun menghadapi ketidakstabilan politik, Presiden Soekarno akhirnya memutuskan untuk mengambil langkah drastis.
Pada tahun 1959, Soekarno membubarkan Dewan Konstituante dan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Dekrit ini mengembalikan Indonesia pada UUD 1945 dan menandai berakhirnya era Demokrasi Liberal, serta menjadi awal bagi periode Demokrasi Terpimpin yang dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno.