SwaraWarta.co.id – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyatakan bahwa analisis Direktorat Gratifikasi KPK terkait dugaan gratifikasi atas penggunaan jet pribadi oleh Kaesang Pangarep, putra bungsu mantan Presiden Joko Widodo, telah selesai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hasil analisis menyimpulkan bahwa tidak ditemukan indikasi gratifikasi dalam penggunaan jet pribadi Kaesang Pangarep tersebut.
Menurut Ghufron, berdasarkan nota dinas dari Deputi Pencegahan KPK, laporan jet pribadi Kaesang Pangarep ini tidak memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai gratifikasi atau bukan.
Hal ini disampaikan Ghufron saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 1 November 2024. Analisis KPK menyebutkan bahwa Kaesang dan istrinya, Erina Gundono, yang ikut dalam perjalanan, bukan termasuk penyelenggara negara.
Selain itu, KPK menyatakan bahwa Kaesang telah menjalani kehidupan terpisah dari keluarganya, sehingga tindakannya tidak terkait dengan jabatan publik yang pernah dipegang ayahnya.
Keputusan ini tidak lepas dari kunjungan Kaesang ke kantor Dewan Pengawas KPK pada 17 September 2024, guna memberikan klarifikasi terkait perjalanannya ke Amerika Serikat dengan jet pribadi pada 18 Agustus 2024.
Kaesang, yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), bertemu dengan Dewan Pengawas untuk memberikan penjelasan langsung terkait perjalanan tersebut.
Namun, keputusan KPK ini menuai kritik dari IM57+ Institute atau Indonesia Memanggil Lima Tujuh.
Ketua IM57+, M Praswad Nugraha, mengkritik sikap KPK yang dinilainya tidak konsisten dan berpotensi menciptakan preseden buruk dalam penanganan kasus gratifikasi yang melibatkan keluarga pejabat negara.
Praswad mempertanyakan keputusan cepat yang diambil Ghufron dalam menetapkan bahwa fasilitas jet pribadi tersebut bukan merupakan gratifikasi, mengingat Ghufron sendiri memiliki sejumlah catatan pelanggaran kode etik selama menjabat.
Menurut Praswad, KPK seharusnya tidak membedakan status Kaesang yang bukan penyelenggara negara dalam menangani dugaan gratifikasi, karena hal ini bisa membuka ruang bagi kasus serupa untuk lolos dari penyelidikan.
Praswad menilai kasus Kaesang ini seharusnya tidak berbeda dari kasus sebelumnya yang melibatkan keluarga pejabat publik, seperti Rafael Alun dan Andhy Pramono.
Ia menganggap bahwa status berbeda dalam Kartu Keluarga bukan alasan untuk menghindarkan penyelenggara negara dari tanggung jawab atas tindakan kerabatnya.
IM57+ Institute juga menyoroti kemungkinan keterkaitan antara penyedia fasilitas jet pribadi dengan keluarga Kaesang.
Mereka menduga penyedia fasilitas tersebut memiliki hubungan bisnis dengan Kota Solo, yang berada di bawah kepemimpinan kakak Kaesang, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.
Dugaan ini semakin menguat mengingat penggunaan jet pribadi dilaporkan berlangsung secara berkala, sehingga memberikan kesan adanya fasilitas rutin, bukan insidental.
IM57+ Institute mendesak KPK untuk membuka penyelidikan lebih lanjut terhadap dugaan gratifikasi ini.
Menurut IM57+, sesuai Pasal 12C, pemberian fasilitas kepada penyelenggara negara yang tidak dilaporkan dalam waktu 30 hari berpotensi dianggap sebagai bentuk suap.
Oleh karena itu, IM57+ Institute meminta KPK untuk mengeluarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) agar dapat memproses kasus ini lebih mendalam.
Praswad menyatakan bahwa tanggung jawab pembuktian dalam kasus ini berada pada penerima gratifikasi, dalam hal ini keluarga Kaesang.
IM57+ menegaskan bahwa KPK memiliki kewajiban untuk mengusut kasus ini sesuai dengan aturan yang berlaku dalam Pasal 12B dan Pasal 12C.*** Penggunaan Jet Pribadi Kaesang Pangarep: KPK Tidak Temukan Unsur Gratifikasi, IM57+ Institute Desak Penyelidikan Lanjut
SwaraWarta.co.id – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyatakan bahwa analisis Direktorat Gratifikasi KPK terkait dugaan gratifikasi atas penggunaan jet pribadi oleh Kaesang Pangarep, putra bungsu mantan Presiden Joko Widodo, telah selesai.
Hasil analisis menyimpulkan bahwa tidak ditemukan indikasi gratifikasi dalam penggunaan jet pribadi Kaesang Pangarep tersebut.
Menurut Ghufron, berdasarkan nota dinas dari Deputi Pencegahan KPK, laporan jet pribadi Kaesang Pangarep ini tidak memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai gratifikasi atau bukan.
Hal ini disampaikan Ghufron saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 1 November 2024. Analisis KPK menyebutkan bahwa Kaesang dan istrinya, Erina Gundono, yang ikut dalam perjalanan, bukan termasuk penyelenggara negara.
Selain itu, KPK menyatakan bahwa Kaesang telah menjalani kehidupan terpisah dari keluarganya, sehingga tindakannya tidak terkait dengan jabatan publik yang pernah dipegang ayahnya.
Keputusan ini tidak lepas dari kunjungan Kaesang ke kantor Dewan Pengawas KPK pada 17 September 2024, guna memberikan klarifikasi terkait perjalanannya ke Amerika Serikat dengan jet pribadi pada 18 Agustus 2024.
Kaesang, yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), bertemu dengan Dewan Pengawas untuk memberikan penjelasan langsung terkait perjalanan tersebut.
Namun, keputusan KPK ini menuai kritik dari IM57+ Institute atau Indonesia Memanggil Lima Tujuh.
Ketua IM57+, M Praswad Nugraha, mengkritik sikap KPK yang dinilainya tidak konsisten dan berpotensi menciptakan preseden buruk dalam penanganan kasus gratifikasi yang melibatkan keluarga pejabat negara.
Praswad mempertanyakan keputusan cepat yang diambil Ghufron dalam menetapkan bahwa fasilitas jet pribadi tersebut bukan merupakan gratifikasi, mengingat Ghufron sendiri memiliki sejumlah catatan pelanggaran kode etik selama menjabat.
Menurut Praswad, KPK seharusnya tidak membedakan status Kaesang yang bukan penyelenggara negara dalam menangani dugaan gratifikasi, karena hal ini bisa membuka ruang bagi kasus serupa untuk lolos dari penyelidikan.
Praswad menilai kasus Kaesang ini seharusnya tidak berbeda dari kasus sebelumnya yang melibatkan keluarga pejabat publik, seperti Rafael Alun dan Andhy Pramono.
Ia menganggap bahwa status berbeda dalam Kartu Keluarga bukan alasan untuk menghindarkan penyelenggara negara dari tanggung jawab atas tindakan kerabatnya.
IM57+ Institute juga menyoroti kemungkinan keterkaitan antara penyedia fasilitas jet pribadi dengan keluarga Kaesang.
Mereka menduga penyedia fasilitas tersebut memiliki hubungan bisnis dengan Kota Solo, yang berada di bawah kepemimpinan kakak Kaesang, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.
Dugaan ini semakin menguat mengingat penggunaan jet pribadi dilaporkan berlangsung secara berkala, sehingga memberikan kesan adanya fasilitas rutin, bukan insidental.
IM57+ Institute mendesak KPK untuk membuka penyelidikan lebih lanjut terhadap dugaan gratifikasi ini.
Menurut IM57+, sesuai Pasal 12C, pemberian fasilitas kepada penyelenggara negara yang tidak dilaporkan dalam waktu 30 hari berpotensi dianggap sebagai bentuk suap.
Oleh karena itu, IM57+ Institute meminta KPK untuk mengeluarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) agar dapat memproses kasus ini lebih mendalam.
Praswad menyatakan bahwa tanggung jawab pembuktian dalam kasus ini berada pada penerima gratifikasi, dalam hal ini keluarga Kaesang.
IM57+ menegaskan bahwa KPK memiliki kewajiban untuk mengusut kasus ini sesuai dengan aturan yang berlaku dalam Pasal 12B dan Pasal 12C.***