SwaraWarta.co.id – Dalam dunia akuntansi manajemen, job-order costing adalah salah satu metode penentuan biaya yang digunakan untuk mengalokasikan biaya produksi pada pesanan individu. Pendekatan ini cocok untuk perusahaan yang memproduksi barang atau jasa berdasarkan pesanan khusus, seperti perusahaan manufaktur kecil, bengkel, atau proyek konstruksi. Artikel ini akan membahas secara detail klasifikasi dan akumulasi kos dalam sistem job-order costing, menjelaskan terminologi penting, dan bagaimana proses tersebut dilakukan.
1. Apa Itu Job-Order Costing?
Definisi Job-Order Costing
Job-order costing adalah metode akuntansi biaya yang menghitung biaya berdasarkan pesanan tertentu atau proyek individu. Dalam metode ini, setiap pesanan dianggap sebagai “job” atau pekerjaan yang memiliki karakteristik unik. Biaya untuk setiap pekerjaan dicatat secara terpisah sehingga memudahkan perusahaan menentukan harga jual dan mengevaluasi profitabilitas.
Komponen Utama Job-Order Costing
Metode ini melibatkan tiga komponen utama:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
- Direct Materials (Bahan Langsung): Bahan yang digunakan langsung dalam produksi pesanan.
- Direct Labor (Tenaga Kerja Langsung): Upah pekerja yang secara langsung terlibat dalam penyelesaian pesanan.
- Overhead Costs (Biaya Overhead): Biaya tidak langsung seperti listrik, sewa, dan depresiasi peralatan produksi.
2. Klasifikasi Kos dalam Job-Order Costing
Klasifikasi kos dalam job-order costing bertujuan untuk memastikan bahwa semua elemen biaya produksi dihitung secara akurat. Berikut adalah penjelasan lebih rinci:
A. Direct Costs (Biaya Langsung)
Biaya yang dapat diidentifikasi secara langsung dengan pekerjaan tertentu. Contohnya:
- Bahan Langsung: Kayu untuk membuat furnitur.
- Tenaga Kerja Langsung: Upah tukang kayu yang bekerja pada pesanan furnitur tertentu.
B. Indirect Costs (Biaya Tidak Langsung)
Biaya yang tidak dapat dilacak secara langsung pada pekerjaan tertentu. Contohnya:
- Overhead Pabrik: Biaya listrik untuk seluruh pabrik.
- Gaji Supervisor: Pengawas yang mengawasi beberapa pekerjaan sekaligus.
C. Overhead Costs (Biaya Overhead)
Overhead adalah bagian dari biaya tidak langsung yang dialokasikan menggunakan metode tertentu, seperti jam kerja mesin atau jam kerja tenaga kerja langsung. Dalam job-order costing, overhead dihitung berdasarkan tarif yang telah ditentukan sebelumnya (predetermined overhead rate).
3. Akumulasi Kos dalam Job-Order Costing
Proses akumulasi kos dalam job-order costing melibatkan pencatatan semua elemen biaya untuk setiap pekerjaan atau pesanan. Berikut adalah tahapan utamanya:
A. Pengumpulan Biaya
Setiap biaya yang terjadi selama proses produksi dikumpulkan berdasarkan kategori berikut:
- Bahan Langsung: Dicatat melalui formulir permintaan bahan (materials requisition form).
- Tenaga Kerja Langsung: Dicatat melalui kartu waktu (time ticket) untuk setiap karyawan.
- Overhead: Dihitung berdasarkan tarif overhead yang ditentukan sebelumnya.
B. Alokasi Biaya
Setelah biaya dikumpulkan, langkah berikutnya adalah mengalokasikan biaya ke setiap pekerjaan. Metode alokasi biasanya berdasarkan:
- Jam kerja langsung.
- Jam kerja mesin.
- Volume bahan baku.
C. Penyesuaian Akhir
Pada akhir periode, perusahaan membandingkan overhead yang dialokasikan dengan overhead aktual untuk memastikan tidak ada selisih material. Jika ada perbedaan, itu disebut sebagai overapplied atau underapplied overhead, yang kemudian disesuaikan dalam laporan keuangan.
4. Studi Kasus: Penerapan Job-Order Costing
Contoh Penerapan
Sebuah perusahaan furnitur menerima pesanan untuk 10 meja kayu khusus. Proses job-order costing melibatkan langkah-langkah berikut:
- Bahan Langsung: Kayu sebesar Rp2.000.000 digunakan untuk pesanan tersebut.
- Tenaga Kerja Langsung: Tukang kayu menghabiskan 20 jam dengan upah Rp100.000 per jam, total Rp2.000.000.
- Overhead: Biaya overhead dialokasikan sebesar Rp1.000.000 berdasarkan jam kerja langsung.
Total Biaya Pesanan = Rp2.000.000 (bahan) + Rp2.000.000 (tenaga kerja) + Rp1.000.000 (overhead) = Rp5.000.000.
Analisis
Dengan mencatat biaya secara rinci, perusahaan dapat menentukan harga jual, misalnya dengan menambahkan margin keuntungan sebesar 20%, sehingga harga jual menjadi Rp6.000.000.
5. Pentingnya Job-Order Costing dalam Manajemen Keuangan
A. Penentuan Harga yang Akurat
Dengan mengklasifikasikan dan mengakumulasi biaya secara rinci, perusahaan dapat menentukan harga jual yang kompetitif dan menguntungkan.
B. Pengendalian Biaya
Job-order costing membantu manajer mengidentifikasi area yang memiliki potensi pemborosan atau biaya yang tidak efisien.
C. Evaluasi Kinerja
Metode ini memungkinkan perusahaan untuk mengevaluasi profitabilitas setiap pesanan, sehingga keputusan bisnis dapat lebih tepat sasaran.
Kesimpulan
Klasifikasi dan akumulasi kos dalam job-order costing memainkan peran penting dalam pengelolaan biaya produksi. Dengan memahami dan menerapkan pendekatan ini, perusahaan dapat mengoptimalkan penentuan harga, mengontrol biaya, dan meningkatkan profitabilitas. Job-order costing tidak hanya relevan bagi perusahaan manufaktur, tetapi juga sektor jasa yang menangani pesanan khusus.