SwaraWarta.co.id – Disebutkan bahwa Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Wilayah IV Makassar mengungkapkan bahwa peristiwa tanah bergerak atau likuifaksi yang terjadi di Kabupaten Mamuju Tengah (Mateng), Sulawesi Barat (Sulbar), bukan disebabkan oleh gempa bumi seperti yang mungkin diperkirakan banyak orang.
Berdasarkan analisis BMKG, getaran dari alat berat, seperti ekskavator yang beroperasi di lokasi tersebut, diduga menjadi pemicu utama terjadinya fenomena ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jamroni, Kepala Bidang Observasi BMKG Wilayah IV Makassar, menyatakan bahwa sebelum peristiwa likuifaksi terjadi, tidak terdeteksi adanya aktivitas seismik atau gempa bumi di wilayah itu.
Kondisi ini menguatkan dugaan bahwa fenomena pergerakan tanah tersebut lebih mungkin terjadi karena getaran dari aktivitas alat berat, bukan akibat gempa bumi.
Jamroni menambahkan bahwa karakteristik lokasi turut berperan dalam mempengaruhi terjadinya likuifaksi.
Di lokasi tersebut, diduga air tanah berada pada kedalaman yang cukup dangkal. Ketika ekskavator bekerja dan menciptakan getaran, air tanah yang dangkal itu berpotensi berubah konsistensi menjadi lebih cair.
Akibatnya, lapisan tanah di atasnya kehilangan daya dukung dan menjadi labil, sehingga pergerakan tanah atau likuifaksi kecil terjadi.
Menurut Jamroni, likuifaksi umumnya terjadi sebagai akibat dari getaran yang disebabkan oleh gempa bumi.
Dalam kasus ini, meskipun peristiwa likuifaksi memang terkonfirmasi terjadi di Mamuju Tengah, skalanya dinilai cukup kecil.
Jamroni menjelaskan bahwa perubahan konsistensi tanah yang menyebabkan tanah bergerak disebabkan oleh peningkatan kadar air di dalam tanah.
Ketika kadar air dalam tanah meningkat hingga jenuh, beban tanah menjadi hilang, dan lapisan tanah tersebut kehilangan kekuatan untuk menopang lapisan di atasnya.
“Tanah yang jenuh oleh air dan bergetar, entah karena gempa bumi atau alat berat seperti ekskavator, bisa berubah menjadi seperti lumpur dan kehilangan kekuatan,” ungkap Jamroni.
Kendati skalanya kecil, peristiwa ini tetap perlu diwaspadai karena likuifaksi dapat berdampak pada stabilitas tanah dan konstruksi di sekitar lokasi tersebut.
Jamroni juga menyampaikan bahwa tanah yang jenuh oleh air lebih rentan terhadap likuifaksi, terutama bila ada getaran yang cukup kuat, baik dari gempa maupun alat berat yang sedang beroperasi.
Ia mengingatkan pentingnya mempertimbangkan kondisi tanah dalam melakukan kegiatan konstruksi, terutama di daerah dengan air tanah yang dangkal seperti di Mamuju Tengah ini.
Hal ini diperlukan guna mengantisipasi kemungkinan likuifaksi yang dapat mengganggu kestabilan tanah di sekitarnya.
Menurut pengamatan BMKG, peristiwa likuifaksi di Mamuju Tengah tergolong kecil dibandingkan fenomena serupa yang biasanya terjadi akibat gempa bumi dengan intensitas tinggi.
Namun, tetap saja fenomena ini perlu diantisipasi untuk meminimalisir dampak yang mungkin timbul pada area yang terdampak.
Kejadian likuifaksi ini menjadi peringatan bagi masyarakat dan pihak terkait untuk lebih berhati-hati dalam melakukan kegiatan yang melibatkan alat berat di wilayah dengan kondisi air tanah yang dangkal.
BMKG mengingatkan bahwa getaran yang ditimbulkan alat berat seperti ekskavator di lokasi tersebut bisa menjadi faktor yang cukup signifikan dalam menyebabkan perubahan struktur tanah, terutama pada lapisan dengan kandungan air tinggi.
Dengan pemahaman ini, BMKG berharap agar pihak-pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi di wilayah tersebut dapat melakukan tindakan pencegahan,
seperti menyesuaikan metode operasional alat berat dan memperhatikan kondisi tanah sebelum melakukan pekerjaan, agar fenomena serupa tidak terjadi lagi.***