SwaraWarta.co.id – Kecelakaan fatal akibat kendaraan berat kembali terjadi di Jakarta.
Pagi ini, sebuah truk menabrak sejumlah kendaraan yang berhenti di lampu merah kawasan Slipi, Jakarta Barat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut keterangan polisi, insiden ini disebabkan oleh sopir truk yang mengantuk hingga akhirnya menerobos lampu merah.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Latif Usman, menyatakan bahwa rem pada truk tronton tersebut berfungsi normal.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sopir, Ade Zakarsih (45), mengaku kehilangan konsentrasi karena rasa kantuk yang tak terhindarkan.
“Bukan karena rem blong. Kami sudah melakukan pengecekan, rem berfungsi sebagaimana mestinya. Saat ini, penyelidikan lebih lanjut sedang dilakukan. Namun sementara ini, pengemudi mengakui bahwa dirinya mengantuk,” ujar Latif seperti dikutip dari laporan media.
Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, AKBP Ojo Ruslani, menambahkan bahwa sopir telah berkendara sejak dini hari, tepatnya pukul 03.00, dari wilayah Cikarang.
Kondisi ini kemungkinan besar memengaruhi tingkat kelelahan sopir, yang kemudian berujung pada kecelakaan.
Kecelakaan serupa yang dipicu oleh sopir mengantuk telah sering terjadi, namun masih kerap diabaikan oleh banyak pihak.
Praktisi keselamatan berkendara sekaligus Direktur Training Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), Sony Susmana, menjelaskan bahwa tubuh manusia memiliki batas kemampuan tertentu.
Ketika perjalanan panjang dilakukan tanpa jeda istirahat, sirkulasi darah dan oksigen dalam tubuh menjadi terganggu, yang kemudian memicu rasa kantuk dan kelelahan.
Sony mengungkapkan bahwa kurangnya waktu istirahat menjadi salah satu penyebab utama kantuk di kalangan pengemudi truk.
Banyak di antara mereka terpaksa terus melaju demi memenuhi target waktu perjalanan.
Selain itu, faktor minimnya edukasi mengenai risiko berkendara dalam kondisi lelah turut menjadi persoalan serius.
Ia juga menyoroti perilaku beberapa sopir yang menganggap minum kopi atau merasa masih muda cukup untuk mengatasi kantuk, padahal hal tersebut sangat berbahaya.
Ia juga memperingatkan bahwa rasa kantuk tidak bisa diatasi dengan cara-cara seperti mempercepat laju kendaraan, mengucek mata, atau merokok.
Kebiasaan semacam ini justru mendekatkan pengemudi pada risiko tertidur di balik kemudi.
Sony menyarankan agar pengemudi yang mulai merasa mengantuk segera menepi dan beristirahat, meskipun hanya sejenak.
Menurutnya, memaksakan diri untuk terus berkendara saat kantuk melanda hanya akan memperburuk situasi.
Hal ini karena otak manusia tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik ketika tubuh kelelahan, sehingga kemampuan berpikir dan konsentrasi pun menurun drastis.
“Mengemudi adalah aktivitas yang membutuhkan konsentrasi penuh untuk mengontrol kendaraan yang sedang bergerak. Ketika seseorang mengantuk, otaknya berada dalam kondisi istirahat sehingga tidak mampu menjalankan fungsi kognitifnya dengan baik,” tambah Sony.
Melihat kejadian ini, penting bagi semua pengemudi, terutama mereka yang bertugas dalam perjalanan jauh, untuk menyadari bahaya berkendara dalam keadaan mengantuk.
Istirahat yang cukup dan pengelolaan waktu yang baik bukan hanya menjaga keselamatan pribadi, tetapi juga melindungi pengguna jalan lainnya dari risiko kecelakaan.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya keselamatan berkendara, diharapkan insiden serupa dapat diminimalkan di masa depan.***