SwaraWarta.co.id – Pada akhir pekan lalu, distributor indie Cineverse berhasil menggeser dominasi film sekuel Joker yang kurang diakui dengan film horor terbaru mereka, Terrifier 3.
Film ini menduduki peringkat pertama box office, mengalahkan Joker: Folie à Deux.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tak hanya itu, Michael Keaton, mantan pemeran Batman, juga berhasil mencuri perhatian dengan film Beetlejuice yang masih kuat bertahan di box office meskipun sudah memasuki pekan keenam penayangannya.
Bagi mereka yang hanya mengikuti satu badut psikopat pada satu waktu, Terrifier adalah franchise film slasher yang dimulai dengan perilisan terbatas pada tahun 2018, melalui film pertama Terrifier.
Film ini sebelumnya muncul dalam versi pendek di film antologi All Hallows’ Eve.
Franchise ini benar-benar mendapatkan perhatian luas saat sekuel keduanya dirilis pada 2022.
Meski anggarannya tetap kecil, film ketiga Terrifier, yang hanya diproduksi dengan dana sekitar $2 juta, berhasil mengungguli pendapatan pendahulunya dalam satu akhir pekan saja.
Film ini dengan mudah menduduki posisi pertama box office, menjadikannya salah satu film horor terbesar tahun ini.
Film terbaru ini melanjutkan “petualangan” dari Art the Clown (David Howard Thornton), seorang pembunuh bisu yang mengenakan riasan wajah hitam-putih dan kostum badut.
Ia membantai para korbannya dengan gaya pantomim yang mengerikan. Art dikenal sebagai pembunuh berantai dalam film pertama,
namun kemudian dibangkitkan oleh entitas iblis yang membuatnya hampir mustahil untuk dibunuh dalam sekuel-sekuelnya.
Meski film ini tidak secara eksplisit menjelaskan hal tersebut, karakter Art menjadi semakin tak terkalahkan seiring berjalannya cerita.
Kebanyakan korban Art pada awalnya hanya menganggapnya sebagai badut aneh yang mengganggu, sebelum akhirnya menyadari bahwa Art membawa senjata di dalam kantong sampahnya dan mulai membantai mereka.
Adegan pembunuhan dalam Terrifier sering kali digambarkan dengan sangat sadis dan brutal.
Beberapa adegan bahkan ditampilkan dengan durasi yang panjang, mirip dengan urutan aksi atau tarian, sementara pembunuhan lain dilakukan dengan cepat dan tanpa ampun, di mana Art kadang hanya menembak korbannya.
Meskipun demikian, film Terrifier tidak terlalu menonjol dalam hal membangun ketegangan.
Sebaliknya, film ini lebih menonjolkan spektakel yang terfokus pada kekejaman dan gore.
Art dengan sengaja menunjukkan semua kekerasan yang dia lakukan, sering kali mendorong penonton untuk tertawa karena ketidakpercayaan mereka terhadap brutalitas yang ditampilkan.
Sekuel Terrifier dirancang sebagai penghormatan kepada film horor era 80-an, dengan nuansa retro meski latarnya tetap di masa modern.
Ini bukan jenis film horor yang biasanya sukses besar di kalangan penonton arus utama.
Namun, Terrifier 3 mungkin menjadi film unrated pertama yang menduduki puncak box office Amerika Utara, dan mungkin juga menjadi film dengan tingkat kekerasan paling sadis yang pernah dirilis secara luas di bioskop.
Keberhasilan Terrifier 3 menunjukkan bahwa film horor dengan anggaran kecil namun penuh inovasi masih memiliki tempat di hati penonton.
Dengan elemen-elemen slasher klasik yang dipadukan dengan teknologi modern dan penceritaan yang kreatif, film ini berhasil menarik perhatian, bahkan dalam persaingan ketat dengan franchise besar seperti Joker.
Art the Clown yang ikonik kini semakin dikenal luas, dan franchise ini diprediksi akan terus berlanjut dengan kesuksesan yang lebih besar di masa depan.***