Swarawarta.co.id – PT Sri Rejeki Isman Tbk, yang dikenal dengan Sritex, telah resmi dinyatakan pailit.
Keputusan ini tercantum dalam putusan Pengadilan Negeri Niaga Semarang dengan nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024 pada tanggal 21 Oktober.
Sebelum pengumuman pailit, Sritex sering kali dirumorkan akan bangkrut, namun perusahaan tersebut membantah kabar tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada Juni 2024, Direktur Keuangan Sritex, Welly Salam, menjelaskan bahwa penurunan pendapatan disebabkan oleh dampak pandemi COVID-19 dan persaingan yang ketat dalam industri tekstil global, meski tidak sampai pada titik kebangkrutan.
Namun, beberapa bulan kemudian, perusahaan yang telah beroperasi selama 36 tahun ini resmi mengalami kebangkrutana.
Sritex didirikan pada tahun 1966 oleh H.M. Lukminto sebagai usaha perdagangan tradisional di Pasar Klewer, Solo, dan terus berkembang hingga melantai di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2013 dengan kode SRIL.
Menurut data dari BEI, sekitar 59,3 persen saham Sritex dimiliki oleh PT Huddleston Indonesia, induk perusahaan yang dimiliki keluarga Lukminto.a
Sebagian besar saham lainnya dipegang oleh publik (39,89 persen), sementara sisanya dimiliki oleh Iwan Setiawan (0,53 persen) dan Iwan Kurniawan Lukminto (0,52 persen).
Setelah bertahun-tahun beroperasi, pada tahun 2023, Sritex mulai menghadapi masalah keuangan yang serius, dengan utang yang menumpuk.
Laporan keuangan per September 2023 menunjukkan total liabilitas mencapai US$1,54 miliar (sekitar Rp23,87 triliun), yang terdiri dari utang jangka pendek sebesar US$106,41 juta dan utang jangka panjang sebesar US$1,44 miliar, sebagian besar berasal dari bank dan obligasi.
Dengan total aset hanya mencapai US$653,51 juta (sekitar Rp10,12 triliun), utang Sritex jauh melebihi nilai aset yang dimiliki.