SwaraWarta.co.id – Disebutkan bahwa Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara, Sri Rejeki Isman (Sritex), harus terus beroperasi.
Arahan tersebut disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam rapat kabinet terbatas yang berlangsung di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Selasa (29/10/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam pertemuan ini, hadir beberapa pejabat tinggi negara, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, dan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi.
Airlangga menjelaskan bahwa Presiden Prabowo memberikan perhatian khusus terhadap perkembangan industri tekstil nasional, terutama mengenai keberlanjutan operasional Sritex.
Presiden menginginkan agar perusahaan tersebut tetap dapat berjalan, meskipun tengah menghadapi situasi keuangan yang sulit.
Untuk itu, pemerintah akan mencari solusi teknis guna memastikan kelangsungan usaha Sritex.
Pada kesempatan tersebut, Airlangga juga menyampaikan bahwa pemerintah sedang mengkaji sejumlah opsi penyelamatan bagi Sritex,
termasuk kemungkinan pemberian bantuan dana talangan atau melibatkan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Eximbank.
Namun, keputusan akhir mengenai skema penyelamatan tersebut masih dalam proses pembahasan, mengingat aset Sritex saat ini berada di bawah pengawasan kurator setelah dinyatakan bangkrut.
Airlangga menambahkan bahwa pemerintah akan berdiskusi dengan pihak kurator untuk menentukan langkah selanjutnya.
Ia menekankan pentingnya pembicaraan dengan kurator guna mengidentifikasi skenario terbaik bagi keberlanjutan perusahaan tersebut.
Terkait kemungkinan keterlibatan LPEI, ia mengungkapkan bahwa hal itu mungkin akan dipertimbangkan pada tahap berikutnya.
Meskipun pemerintah belum memberikan alasan spesifik mengapa Sritex harus diselamatkan, langkah ini dianggap penting untuk menjaga stabilitas industri tekstil di Indonesia.
Saat ini, Sritex tengah dibayangi beban utang yang besar, yaitu mencapai sekitar US$1,6 miliar atau setara Rp25,01 triliun per semester I-2024, yang menjadi salah satu faktor utama penyebab kebangkrutannya.
Pemerintah memandang pentingnya mempertahankan operasional perusahaan untuk mencegah dampak buruk yang lebih luas, terutama bagi tenaga kerja dan ekspor tekstil nasional.
Dalam rangka menjaga aktivitas perdagangan dan ekspor Sritex, pemerintah memastikan bahwa proses impor dan ekspor perusahaan tersebut dapat tetap berlangsung.
Menurut Airlangga, Bea Cukai telah memberikan persetujuan agar Sritex terus melanjutkan kegiatan ekspor dan impornya.
Hal ini dilakukan dengan harapan agar perusahaan dapat terus menghasilkan devisa dan mempertahankan kegiatan produksinya, meskipun berada dalam kondisi bangkrut.
Sebagai contoh, Airlangga menyebutkan bahwa skema serupa pernah diterapkan di kawasan berikat di Jawa Barat, di mana perusahaan yang berada dalam masalah keuangan tetap diizinkan untuk beroperasi demi menjaga stabilitas ekonomi.
Di tengah upaya pemerintah untuk mencari solusi terbaik, Airlangga menegaskan bahwa beberapa opsi penyelamatan masih dalam tahap evaluasi, terutama mengingat kompleksitas situasi kepailitan Sritex.
“Kami harus melihat kondisi terbaru dan melakukan pembicaraan dengan kurator terlebih dahulu,” ujar Airlangga.
Secara keseluruhan, pemerintah tampaknya berusaha mencari solusi yang memungkinkan Sritex tetap beroperasi sambil menyusun strategi penyelamatan yang paling sesuai dengan kondisi perusahaan saat ini.
Langkah ini dinilai sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap industri tekstil nasional, yang diharapkan dapat terus berkontribusi pada perekonomian, khususnya melalui sektor ekspor.***