SwaraWarta.co.id – Seorang bayi berusia 19 bulan dari Sabah, Malaysia, bernama Daneen Auni Riksi, baru-baru ini didiagnosis mengidap kanker ovarium stadium tiga.
Saat ini, bayi tersebut tengah menjalani fase pemulihan pasca operasi di Rumah Sakit Wanita dan Anak Sabah (HWKKS).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Orang tua Daneen pertama kali menyadari ada sesuatu yang tidak beres ketika putri mereka mengalami perut kembung dan sembelit, serta sering menangis karena menahan rasa sakit.
Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan medis, dokter mendiagnosis Daneen dengan kanker ovarium, yang memerlukan tindakan kemoterapi untuk mengobati penyakitnya.
Fallarystia, ibu dari Daneen, mengungkapkan bahwa dirinya sama sekali tidak menduga anaknya akan didiagnosis dengan kanker ovarium, terutama mengingat penyakit ini sangat jarang terdengar terjadi pada anak-anak.
Ia juga menyampaikan bahwa dokter yang menangani kasus tersebut sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut karena kondisi yang dialami putrinya termasuk langka.
Menurut laman resmi National Cancer Institute, tumor ovarium pada anak-anak terbentuk di jaringan ovarium.
Meskipun sebagian besar tumor ovarium pada anak bukanlah jenis kanker, namun kanker ovarium pada anak-anak memang dapat terjadi, meski sangat jarang.
Umumnya, kanker ovarium paling sering terjadi pada wanita yang berusia 15 hingga 19 tahun.
Ovarium itu sendiri merupakan bagian dari sistem reproduksi wanita yang berfungsi menghasilkan sel telur dan hormon wanita, seperti estrogen dan progesteron.
Dalam konteks kasus yang lebih luas, Lisa Diller, MD, seorang Direktur Klinis Onkologi Pediatrik di Dana-Farber/Boston Children’s Cancer and Blood Disorders Center, menjelaskan bahwa meskipun kanker pada bayi jarang terjadi, bukan berarti hal tersebut tidak mungkin.
Ia menjelaskan bahwa jenis kanker yang paling umum ditemukan pada bayi adalah neuroblastoma, yaitu kanker langka yang menyerang sistem saraf yang sedang berkembang.
Neuroblastoma sering muncul sebagai tumor di sekitar atau di dekat tulang belakang, perut, atau kelenjar adrenal.
Selain itu, Dr. Diller menambahkan bahwa jenis kanker lain yang kadang ditemukan pada anak-anak termasuk leukemia (kanker darah) dan tumor teratoma, yang sering muncul sebagai massa di dekat tulang ekor.
Lebih lanjut, ia juga menyatakan bahwa dalam beberapa kasus, kanker pada bayi dapat terdeteksi sejak sebelum kelahiran melalui USG, yang dilakukan untuk memeriksa kondisi kesehatan janin.
Diller menekankan bahwa sebagian besar kanker pada anak-anak, mirip dengan yang terjadi pada orang dewasa,
diyakini berkembang akibat mutasi gen yang menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak terkendali, sehingga akhirnya menjadi kanker.
Namun, ia juga menjelaskan bahwa mengidentifikasi penyebab lingkungan yang mungkin terkait dengan kanker pada anak-anak cukup sulit.
Hal ini disebabkan oleh jarangnya kasus kanker pada anak, serta sulitnya menentukan apa yang mungkin telah mempengaruhi anak sejak awal perkembangannya.
Kisah yang dialami Daneen menjadi salah satu contoh betapa pentingnya kewaspadaan orang tua terhadap gejala-gejala yang tidak biasa pada anak-anak mereka.
Kanker pada bayi mungkin jarang terjadi, namun dengan deteksi dini dan penanganan yang tepat, peluang untuk pemulihan dapat ditingkatkan.***