SwaraWarta.co.id – Sebuah video yang sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu menampilkan kejadian di Desa Citeureup, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, terkait penarikan kembali bantuan gizi untuk ibu hamil dan balita.
Dalam video tersebut, terlihat bantuan berupa telur yang ditarik kembali setelah proses pendokumentasian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Video ini langsung mendapat sorotan dan menuai beragam komentar dari masyarakat yang mempertanyakan alasan di balik penarikan bantuan tersebut.
Namun, setelah dilakukan penelusuran lebih lanjut, ditemukan bahwa informasi yang disampaikan dalam video tersebut tidak sepenuhnya akurat.
Pihak desa pun memberikan klarifikasi untuk meluruskan situasi yang telah menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat.
Menurut penjelasan dari Sekretaris Desa Citeureup, Oom Rohman, kejadian penarikan bantuan gizi tersebut sebenarnya merupakan hasil dari sebuah kesalahpahaman yang terjadi di lapangan.
Menurut Oom Rohman, bantuan berupa telur yang diperlihatkan dalam video sudah didistribusikan kepada masyarakat pada bulan Agustus 2023, jauh sebelum video itu diambil.
Bantuan tersebut merupakan bagian dari program gizi bagi ibu hamil dan balita yang tinggal di desa tersebut.
Proses dokumentasi yang dilakukan saat pengambilan video hanya bertujuan untuk keperluan pelaporan dan administrasi, sebagai bukti bahwa bantuan sudah tersalurkan dengan baik.
Lebih lanjut, Oom Rohman menjelaskan bahwa bantuan telur itu tidak benar-benar ditarik kembali dari penerima manfaat.
Pada saat pengambilan foto, telur memang sempat diminta kembali untuk didokumentasikan, namun setelah proses dokumentasi selesai, telur tersebut dikembalikan lagi kepada penerima yang berhak.
“Ada kesalahpahaman di masyarakat karena dianggap bantuan ditarik kembali, padahal sebelumnya sudah disalurkan pada tahap awal distribusi,” ungkap Oom Rohman dalam keterangannya.
Klarifikasi ini juga menegaskan bahwa desa tidak memiliki niat untuk menarik bantuan yang sudah diberikan.
Prosedur dokumentasi, menurut pihak desa, adalah hal yang wajar dilakukan dalam penyaluran bantuan sebagai bukti transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan program.
Sayangnya, momen pengambilan telur untuk keperluan dokumentasi ini diartikan berbeda oleh sebagian warga yang menyaksikan dan merekam kejadian tersebut.
Oom Rohman juga menambahkan bahwa pihak desa telah berupaya memberikan penjelasan kepada warga agar kesalahpahaman ini tidak berkembang menjadi isu yang lebih besar.
Selain itu, pihak desa mengimbau masyarakat untuk tidak terburu-buru menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya, terutama di media sosial, tanpa terlebih dahulu mencari klarifikasi dari pihak berwenang.
Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana informasi yang tidak lengkap atau salah tafsir dapat menimbulkan kebingungan di masyarakat, terutama ketika menyangkut hal sensitif seperti distribusi bantuan sosial.
Dengan adanya kejadian ini, pemerintah desa berencana untuk meningkatkan sosialisasi kepada warga terkait prosedur penyaluran bantuan, agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa mendatang.
Pada akhirnya, peristiwa ini berhasil diluruskan melalui komunikasi yang baik antara pemerintah desa dan masyarakat.
Meskipun sempat menjadi sorotan publik, kejadian ini menunjukkan pentingnya keterbukaan informasi dan pemahaman yang baik dalam proses distribusi bantuan.
Pihak desa juga berkomitmen untuk terus memperbaiki mekanisme pendistribusian agar lebih efisien dan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat yang membutuhkan.***