SwaraWarta.co.id – Keluarga Ipda Rudy Soik kini berada dalam kondisi trauma berat setelah rumah mereka didatangi oleh anggota Provos dari Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Senin, 21 Oktober 2024.
Kunjungan mendadak yang dilakukan aparat kepolisian ini dilaporkan membuat anggota keluarga terguncang, terutama anak-anak yang mengalami gangguan mental akibat peristiwa tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Veny Soik, kakak kandung Ipda Rudy Soik, mengungkapkan rasa ketidakadilan yang dirasakan keluarganya pasca insiden tersebut.
Menurut Veny, pihak keluarganya merasa sangat terganggu dengan cara aparat bertindak saat mendatangi kediaman mereka.
“Kami sekeluarga hingga kini masih mengalami trauma berat atas kejadian kemarin.
Polisi dari Provos datang dengan berbagai cara yang membuat kami merasa tertekan. Anak kami juga sangat terganggu secara mental, kami hanya ingin tahu di mana keadilan dalam kasus ini,” ujar Veny pada Selasa, 22 Oktober 2024.
Selain kunjungan aparat Provos, Veny juga mengungkapkan bahwa sebelum peristiwa tersebut, keluarganya sering merasa diintai oleh benda yang diduga drone.
Benda tersebut terlihat berputar-putar di sekitar rumah mereka beberapa hari sebelum polisi mendatangi kediaman mereka, yang membuat keluarga Soik merasa seperti diperlakukan layaknya teroris.
“Beberapa hari sebelumnya, ada drone yang terbang di sekitar rumah kami, seolah memantau kondisi kami.
Mereka mengelilingi rumah kami dengan drone itu. Kami merasa diperlakukan seperti teroris,” kata Veny.
Perasaan ketakutan yang dialami keluarga Ipda Rudy Soik semakin bertambah dengan adanya pengawasan yang menurut mereka tidak pantas, serta kunjungan aparat yang dinilai memperkeruh keadaan.
Sebelumnya, dilaporkan bahwa sejumlah anggota Provos Polda NTT mendatangi rumah Ipda Rudy Soik di Kelurahan Bakunase.
Kunjungan tersebut bertujuan untuk menjemput Ipda Rudy Soik, yang harus menjalani sanksi disiplin karena absen dari tugas selama dua hari berturut-turut.
Menurut informasi dari kepolisian, tindakan tersebut dilakukan sebagai bentuk penegakan aturan dalam institusi kepolisian.
Meski begitu, cara aparat mendatangi rumah Ipda Rudy Soik dengan melibatkan drone dan kunjungan mendadak yang dirasakan oleh keluarganya sebagai intimidasi, menimbulkan tanda tanya di kalangan masyarakat sekitar.
Keluarga Soik pun berharap ada penjelasan lebih lanjut serta keadilan atas peristiwa ini.
Kasus yang menimpa keluarga Ipda Rudy Soik telah menimbulkan reaksi dari masyarakat setempat.
Banyak yang merasa simpati terhadap keluarga Soik yang kini hidup dalam ketakutan dan trauma.
Mereka menilai bahwa tindakan penegakan disiplin di institusi kepolisian seharusnya dilakukan dengan cara yang lebih humanis dan tidak menimbulkan trauma, terutama bagi anak-anak dan keluarga yang tidak terlibat langsung dalam kasus tersebut.
Sementara itu, Polda NTT belum memberikan tanggapan resmi terkait keluhan dari pihak keluarga Ipda Rudy Soik mengenai penggunaan drone dan cara aparat dalam menjalankan tugas di lapangan.
Masyarakat berharap kejadian ini dapat menjadi pembelajaran bagi pihak berwenang agar lebih bijak dalam bertindak, terutama dalam penegakan disiplin di lingkungan internal mereka sendiri.
Atas insiden tersebut, keluarga Ipda Rudy Soik kini menuntut adanya keadilan serta penjelasan yang jelas mengenai mengapa metode intimidatif seperti penggunaan drone harus dilakukan sebelum kunjungan dari pihak Provos.
Mereka berharap agar kejadian ini tidak terulang di masa depan dan pihak kepolisian dapat memberikan kejelasan hukum serta pemulihan psikologis bagi keluarga yang terdampak.
“Kami hanya ingin keadilan dan penjelasan yang transparan. Ini tidak hanya memengaruhi kami secara fisik, tetapi juga mental, terutama bagi anak-anak kami,” pungkas Veny.
Keluarga berharap agar pihak berwenang segera bertindak untuk mengatasi dampak psikologis yang mereka alami dan memberikan solusi yang lebih manusiawi dalam menangani kasus serupa di masa depan.***