SwaraWarta.co.id – Egianus Kogoya, pemimpin Komando Daerah Pertahanan III Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat (TPNPB),
menyatakan dirinya tidak akan menghentikan serangan terhadap aparat keamanan Indonesia dan warga non-Papua, meskipun ia mengklaim telah membebaskan pilot Philip Mehrtens atas dasar kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Egianus merupakan sosok kontroversial yang memimpin salah satu kelompok milisi pro-kemerdekaan Papua yang beroperasi di wilayah Kabupaten Nduga.
Sebagai bagian dari sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM), TPNPB telah lama melakukan perlawanan terhadap pemerintah Indonesia, dengan tujuan memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Melalui wawancara yang dilakukan dengan BBC News Indonesia pada Jumat, 4 Oktober, Egianus menegaskan bahwa perjuangan bersenjata yang ia pimpin akan terus berlanjut.
Ini adalah wawancara pertamanya dengan media, yang memberikan gambaran lebih mendalam mengenai pandangan dan strategi kelompoknya.
Dalam wawancara tersebut, Egianus secara tegas menyatakan bahwa TPNPB akan terus melakukan perlawanan sampai Papua memperoleh kemerdekaannya.
“Kami akan perang terus sampai Papua lepas dari Indonesia,” ujarnya.
Meskipun klaim pembebasan pilot Philip Mehrtens dilakukan atas dasar kemanusiaan, hal ini tampaknya tidak menghentikan Egianus dan kelompoknya dari melancarkan serangan terhadap aparat maupun warga non-Papua.
Pernyataan Egianus datang di tengah situasi Papua yang terus memanas, dengan banyaknya konflik bersenjata yang terjadi di wilayah pegunungan dan pedalaman.
Wilayah Nduga sendiri dikenal sebagai salah satu daerah yang paling sering menjadi pusat konflik antara kelompok pro-kemerdekaan dan aparat keamanan Indonesia.
TPNPB, yang dipimpin Egianus, secara terbuka mengakui bertanggung jawab atas sejumlah serangan terhadap pos-pos keamanan dan fasilitas milik pemerintah.
BBC dalam wawancaranya juga menyoroti bagaimana aksi kekerasan dan penyanderaan yang dilakukan oleh kelompok Egianus kerap berdampak negatif terhadap masyarakat asli Papua.
Salah satu dampak yang paling dirasakan adalah terganggunya akses transportasi udara ke berbagai desa di wilayah pegunungan.
Penutupan jalur transportasi ini sering kali menyebabkan kesulitan bagi warga lokal dalam mendapatkan kebutuhan pokok, pelayanan kesehatan, dan akses pendidikan.
Namun, Egianus tetap teguh pada pendiriannya bahwa perlawanan bersenjata adalah satu-satunya jalan untuk mencapai kemerdekaan Papua.
Dalam wawancara tersebut, Egianus juga mengkritik pemerintah Indonesia yang ia anggap bertanggung jawab atas berbagai masalah yang dihadapi masyarakat Papua.
Menurutnya, kekerasan yang terjadi di Papua adalah bentuk reaksi atas ketidakadilan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Ia menyebut bahwa pemerintah Indonesia tidak pernah benar-benar memperhatikan kesejahteraan masyarakat Papua, dan hanya mengeruk kekayaan alam yang ada di tanah mereka.
Sementara itu, pihak kepolisian dan militer Indonesia menegaskan bahwa mereka tidak akan mengurangi intensitas pengejaran terhadap Egianus dan kelompoknya.
Aparat keamanan menyebut kelompok yang dipimpin Egianus sebagai “kelompok kriminal bersenjata” (KKB), istilah yang digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk merujuk pada milisi pro-kemerdekaan Papua.
Kapolda Papua dan Pangdam Cenderawasih dalam beberapa kesempatan menyatakan bahwa mereka akan terus melakukan operasi keamanan untuk menangkap Egianus dan menumpas kelompoknya.
Pengejaran terhadap Egianus dan kelompoknya telah berlangsung selama bertahun-tahun, namun hingga kini mereka masih sulit untuk ditangkap.
Hal ini disebabkan oleh medan yang sulit di wilayah pegunungan Papua serta dukungan dari sebagian masyarakat lokal yang masih bersimpati terhadap perjuangan kemerdekaan.
Selain membahas konflik dengan pemerintah Indonesia, Egianus juga menanggapi beberapa isu yang muncul dari internal kelompoknya.
Salah satu tuduhan yang beredar adalah bahwa Egianus diduga menerima uang dari pemerintah Indonesia, yang dituduhkan oleh beberapa anggota TPNPB sebagai bentuk pengkhianatan terhadap perjuangan mereka.
Selain itu, Egianus juga dituduh mendukung Edison Gwijangge, mantan Penjabat Bupati Nduga, yang diduga memiliki hubungan dekat dengan pemerintah Indonesia.
Menanggapi tuduhan tersebut, Egianus secara tegas membantahnya. Ia menyatakan bahwa semua tuduhan tersebut tidak berdasar dan merupakan upaya untuk memecah belah kelompoknya.
Menurutnya, perjuangan yang ia pimpin adalah murni untuk kemerdekaan Papua dan tidak ada keterlibatan dengan pihak pemerintah Indonesia.
Wawancara Egianus dengan BBC ini menegaskan bahwa konflik di Papua masih jauh dari selesai.
Meskipun ada tekanan dari pihak pemerintah Indonesia dan dunia internasional, kelompok-kelompok pro-kemerdekaan seperti TPNPB tampaknya masih berkomitmen untuk melanjutkan perlawanan bersenjata.
Egianus Kogoya, sebagai salah satu pemimpin utama gerakan ini, tetap teguh pada sikapnya bahwa perjuangan akan terus berlangsung sampai tujuan mereka tercapai, yaitu kemerdekaan Papua.
Dalam konteks yang lebih luas, situasi ini menimbulkan tantangan besar bagi pemerintah Indonesia.
Upaya untuk meredam konflik melalui pendekatan keamanan telah dilakukan selama bertahun-tahun, namun belum menunjukkan hasil yang signifikan.
Di sisi lain, peran masyarakat internasional dalam mendukung dialog damai antara pemerintah Indonesia dan kelompok-kelompok pro-kemerdekaan Papua juga semakin mendesak, guna mencari solusi yang adil bagi semua pihak.
Konflik berkepanjangan di Papua ini memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif, tidak hanya melalui operasi militer,
tetapi juga dengan membuka ruang dialog yang dapat menjembatani kepentingan semua pihak, termasuk masyarakat asli Papua yang terdampak langsung oleh kekerasan ini.***