SwaraWarta.co.id – Diberitakan bahwa Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi memutuskan bahwa Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, terbukti melanggar kode etik dengan melakukan intervensi dalam proses mutasi seorang aparatur sipil negara (ASN) di Kementerian Pertanian.
Dewan Pengawas menyatakan tindakan tersebut melanggar aturan yang berlaku dalam institusi KPK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam sidang yang berlangsung di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, pada hari Jumat,
Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, yang juga bertindak sebagai Ketua Majelis Sidang Kode Etik, menyampaikan bahwa Nurul Ghufron dinyatakan bersalah atas penyalahgunaan pengaruh demi kepentingan pribadi.
Pelanggaran ini diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b dari Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021, yang mengatur tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK.
Sebagai konsekuensi dari pelanggaran tersebut, Dewan Pengawas KPK menjatuhkan sanksi sedang kepada Nurul Ghufron.
Sanksi ini berupa teguran tertulis serta pengurangan penghasilan sebesar 20 persen selama enam bulan.
Panggabean juga menambahkan bahwa Dewas KPK mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dalam menjatuhkan sanksi tersebut.
Salah satu faktor yang dianggap memberatkan adalah tindakan Ghufron yang dinilai tidak mendukung upaya pemerintah dalam menghilangkan praktik nepotisme.
Pengaruh yang digunakannya dalam kasus ini tidak hanya mencederai upaya pemerintah, tetapi juga dianggap merusak citra KPK sebagai lembaga antikorupsi.
Selain itu, tindakan Ghufron juga dikritik karena tidak menjaga martabat institusi dan berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap KPK.
Dewan Pengawas juga menilai bahwa Ghufron tidak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya.
Ia dianggap tidak kooperatif selama proses persidangan, terlihat dari upayanya yang menunda-nunda persidangan sehingga menghambat kelancaran proses hukum yang sedang berlangsung.
Dewan juga menambahkan bahwa sikap Ghufron yang sering memberikan pernyataan kepada media terkait kasus ini justru memperburuk situasi, karena pemberitaan mengenai pelanggarannya semakin meluas di masyarakat.
Namun, Dewan Pengawas juga mempertimbangkan aspek yang meringankan.
Nurul Ghufron dinilai belum pernah dijatuhi sanksi etik sebelumnya selama masa jabatannya di KPK, sehingga hal ini menjadi pertimbangan dalam menentukan jenis sanksi yang diberikan.
Kasus ini bermula pada awal Desember 2023, ketika Nurul Ghufron dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan penyalahgunaan wewenang.
Pelaporan tersebut berkaitan dengan komunikasi yang dilakukannya dengan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono.
Komunikasi tersebut diduga dilakukan Ghufron untuk membantu mutasi seorang ASN Kementerian Pertanian bernama Andi Dwi Mandasari.
Menurut laporan, Ghufron berupaya mengintervensi proses mutasi Andi Dwi Mandasari dari posisi di Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian ke Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di Malang, Jawa Timur.
Tindakan ini dianggap sebagai penyalahgunaan pengaruh yang tidak seharusnya dilakukan oleh pejabat tinggi di KPK.
Kasus ini menambah daftar panjang tantangan yang dihadapi KPK, terutama dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut.
Meskipun Ghufron belum pernah dijatuhi sanksi etik sebelumnya, tindakan yang dilakukannya kali ini mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak.
Dewan Pengawas KPK berharap bahwa sanksi yang dijatuhkan akan menjadi pelajaran bagi seluruh jajaran KPK agar selalu mematuhi kode etik yang telah ditetapkan, serta menjaga integritas dalam menjalankan tugas mereka.***