Swarawarta.co.id – Puasa mutih adalah salah satu bentuk laku spiritual dalam tradisi Jawa yang bertujuan untuk membersihkan diri, baik secara fisik maupun batin.
Dalam praktik puasa mutih, seseorang hanya mengonsumsi makanan yang berwarna putih, seperti nasi putih tanpa lauk, air putih, dan dalam beberapa kasus, garam sebagai pelengkap.
Tujuan Puasa Mutih
Tujuan utama dari puasa mutih adalah membersihkan diri secara batiniah dan lahiriah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam tradisi kejawen, mutih dianggap sebagai sarana untuk mencapai kesucian, mengendalikan hawa nafsu, serta mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Beberapa tujuan lain yang sering dikaitkan dengan puasa mutih antara lain:
1. Meningkatkan Konsentrasi dan Ketenangan Batin
Dengan hanya mengonsumsi makanan yang sangat sederhana, pelaku puasa mutih diharapkan dapat mengurangi gangguan dari dunia materi, sehingga dapat lebih fokus pada perenungan dan kegiatan spiritual.
2. Mengontrol Nafsu dan Keinginan Duniawi
Mengurangi asupan makanan yang beragam dipercaya membantu menekan hawa nafsu dan keinginan terhadap kesenangan duniawi.
Hal ini sejalan dengan konsep penyucian diri dalam banyak tradisi spiritual yang menekankan pentingnya pengendalian diri.
3. Mempersiapkan Diri Menghadapi Tantangan Hidup
Banyak yang percaya bahwa puasa mutih dapat memberikan kekuatan spiritual dan mental untuk menghadapi berbagai tantangan hidup.
Hal ini membuat puasa mutih sering dilakukan sebelum acara penting, seperti pernikahan, ujian, atau perjalanan penting.
4. Sebagai Bagian dari Laku Tirakat
Dalam laku tirakat, seseorang berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan dengan melakukan pengendalian diri, berpuasa, dan melakukan perenungan.
Puasa mutih sering menjadi bagian dari proses tirakat untuk membersihkan diri dari hal-hal negatif dan memohon bimbingan ilahi.
Praktik Puasa Mutih
Puasa mutih biasanya dijalankan dengan aturan yang sederhana, tetapi cukup ketat.
Dalam praktiknya, seseorang hanya diizinkan mengonsumsi makanan yang netral dan tidak berlebihan. Berikut beberapa aturan dasar dalam menjalani puasa mutih:
1. Makanan yang Dikonsumsi
Hanya nasi putih dan air putih yang boleh dikonsumsi. Dalam beberapa variasi, garam boleh ditambahkan sebagai penambah rasa.
Tidak ada lauk, sayur, atau bumbu lainnya yang boleh dikonsumsi. Bahkan, beberapa versi puasa mutih melarang penggunaan gula atau bahan tambahan lainnya dalam makanan.
2.Durasi Puasa
Durasi puasa mutih bervariasi tergantung pada tujuan dan niat seseorang yang melaksanakannya.
Ada yang menjalani puasa mutih selama sehari, tiga hari, hingga tujuh hari atau lebih.
Beberapa orang melakukan puasa mutih selama periode tertentu sebagai bagian dari rangkaian ritual spiritual.
3. Pantangan Lain
Selain menghindari makanan yang berlebihan, puasa mutih juga menekankan penghindaran terhadap hal-hal yang dianggap bisa mengganggu fokus spiritual.
Misalnya, dalam beberapa kasus, seseorang yang sedang menjalani puasa mutih juga akan mengurangi interaksi sosial, menghindari hiburan, dan fokus pada kegiatan spiritual seperti meditasi atau semedi.
4. Waktu Pelaksanaan
Sama seperti puasa pada umumnya, puasa mutih juga biasanya dilakukan dari pagi hingga sore hari.
Namun, beberapa laku spiritual mengharuskan pelaksanaan puasa mutih selama 24 jam penuh, hanya diperbolehkan makan dan minum dengan porsi yang sangat sederhana pada waktu tertentu.
Kaitan Puasa Mutih dengan Kepercayaan dan Spiritualitas
Meskipun puasa mutih bukan bagian dari ibadah formal dalam Islam, praktik ini banyak dilakukan oleh masyarakat Jawa yang masih memegang teguh tradisi spiritual kejawen.
Bagi sebagian orang, puasa mutih dianggap sebagai sarana untuk memperkuat kepekaan batin, mendapatkan pencerahan spiritual, atau mendekatkan diri kepada Tuhan dengan cara yang berbeda.
Namun, ada juga pendapat yang menolak atau mempertanyakan relevansi puasa mutih dalam konteks Islam.
Beberapa ulama berpendapat bahwa praktik ini tidak sesuai dengan ajaran Islam yang murni, terutama jika dilakukan dengan niat yang menyimpang dari tujuan mendekatkan diri kepada Allah.
Oleh karena itu, penting bagi mereka yang menjalani puasa mutih untuk memahami niat dan tujuan di balik laku spiritual ini, serta tetap menjaga keseimbangan antara tradisi dan keimanan.