SwaraWarta.co.id – Para wali dari seorang wanita diingatkan dan diperintahkan untuk memilih suami yang saleh bagi putri mereka, seseorang yang memiliki iman dan akhlak yang baik.
Nabi Muhammad (sallallahu ‘alayhi wa sallam) bersabda, “Jika datang kepadamu seseorang yang agama dan akhlaknya memuaskanmu, maka nikahkanlah [putrimu] dengannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jika kamu tidak melakukannya, akan terjadi fitnah (godaan) dan kerusakan yang luas di muka bumi.” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan dinilai Hasan oleh Al-Albani].
Peran orang tua dalam pendidikan anakOleh karena itu, kriteria dalam memilih pasangan hidup didasarkan pada ketakwaan agama dan integritas moral, karena kedua hal ini merupakan dasar dalam proses pendidikan anak.
Moralitas tanpa iman akan menyebabkan kerugian di akhirat. Sebaliknya, iman tanpa moralitas tidak mungkin diwujudkan dalam praktik, karena akhlak yang buruk menunjukkan adanya kerusakan, kebohongan, atau kelemahan dalam keyakinan agama seseorang.
Agama dan moralitas adalah pondasi dari rumah tangga yang saleh dan merupakan landasan untuk mendidik anak dengan baik.
Prinsip Ilahi ini menyatakan bahwa rumah tangga yang saleh akan melahirkan keturunan yang saleh pula.
Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an dan sesuai dengan fitrah manusia. Al-Qur’an menyatakan:
“Dan tanah yang baik, tanamannya tumbuh subur dengan izin Tuhannya; sedangkan tanah yang buruk, tidak tumbuh kecuali tanaman yang tidak berguna…” [Qur’an 7:58].
Konsep ini juga tertanam dalam fitrah manusia, sebagaimana ketika Bani Israel berbicara kepada Maryam setelah kelahiran Nabi Isa secara mukjizat tanpa seorang ayah.
Mereka berkata: “Hai Maryam, sungguh kamu telah melakukan sesuatu yang sangat mengejutkan. Wahai saudara perempuan Harun, ayahmu bukanlah seorang yang jahat, dan ibumu pun bukan seorang pezina.” [Qur’an 19:27-28].
Ucapan mereka ini menunjukkan bahwa Maryam berasal dari keluarga yang suci, dikenal karena kesalehannya, ibadahnya, dan kezuhudannya, sehingga mereka bertanya-tanya bagaimana peristiwa luar biasa ini bisa terjadi pada dirinya.
Dari peristiwa ini, kita dapat belajar bahwa pentingnya memastikan pasangan hidup yang dipilih adalah orang yang saleh dan memiliki akhlak mulia.
Sebab, keluarga yang dibangun di atas fondasi agama dan moral yang kuat akan lebih mungkin melahirkan generasi yang baik, yang mampu menjalankan perintah agama dan menjaga moralitas dalam kehidupan sehari-hari.
Sebaliknya, jika memilih pasangan tanpa mempertimbangkan agamanya, kemungkinan besar akan timbul masalah dalam mendidik anak-anak serta dalam kehidupan rumah tangga itu sendiri.
Ketika rumah tangga dibangun dengan memperhatikan agama dan akhlak yang baik,
keluarga tersebut akan menjadi pondasi yang kuat bagi perkembangan anak-anak yang akan tumbuh dalam lingkungan yang penuh kasih sayang, didikan agama yang baik, serta moralitas yang terjaga.
Hal ini sejalan dengan prinsip bahwa lingkungan yang baik akan menghasilkan kebaikan, sebagaimana disebutkan dalam ayat Al-Qur’an tentang tanah yang subur dan tanah yang tandus.
Dengan demikian, sangat penting bagi wali atau orang tua untuk tidak hanya melihat aspek duniawi dalam memilih pasangan untuk anak mereka, tetapi juga harus mengutamakan iman dan akhlak.
Memilih pasangan yang saleh bukan hanya demi kebahagiaan di dunia, tetapi juga untuk memastikan keberkahan dan kebahagiaan di akhirat, serta membangun generasi yang saleh dan berakhlak mulia di masa depan.***